Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) The Royal Bank of Scotland N.V. atau RBS di Indonesia menyusul permohonan induknya di Inggris Raya. Kerugian yang terus ditelan perusahaan jadi penyebabnya.
Berdasarkan data laporan keuangan perbankan bulanan di laman OJK, sepanjang 2016 RBS menelan rugi bersih hingga Rp28,23 miliar. Jumlah itu sebenarnya turun dari rugi Rp78,13 miliar di tahun 2015, tetapi induk usaha RBS tampaknya sudah tak tahan lagi menanggung rugi.
Sepanjang 2016, RBS hanya mengantongi pendapatan bunga bersih sebesar Rp37,76 miliar. Jumlah itu merosot 71,7 persen dari Rp133,88 miliar pada 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, pendapatan operasional selain bunga RBS sepanjang 2016 hanya sebesar Rp217,27 miliar, amblas dari Rp607,6 miliar di tahun 2015. Perusahaan pun kembali harus mengalami defisit karena beban yang lebih menjulang.
Beban operasional selain bunga RBS mencapai Rp284,29 miliar pada tahun lalu, turun dari Rp774,77 miliar di 2015. Namun, karena lebih besar dari pendapatan operasional, maka RBS pun menelan rugi operasional Rp33,28 miliar.
Yang juga perlu dicermati, dalam pos beban operasional tersebut, beban tenaga kerja RBS turun signifikan dari Rp143,68 miliar pada 2015, menjadi Rp42,83 miliar di tahun lalu. Hal itu menandakan perusahaan telah melakukan pemangkasan karyawan yang cukup besar dalam setahun.
Lebih lanjut, buruknya kinerja RBS di Indonesia tersebut merembet ke tumbuh induk usahanya, Royal Bank of Scotland Group Plc. Sepanjang 2016, RBS Group menderita rugi hingga 7 miliar pounsterling, setara Rp115,5 triliun.
Kerugian tahunan tersebut tercatat menjadi yang kesembilan beruntun sejak 2007. Hal tersebut dinilai para ekonom dunia menjadi tantangan bagi otoritas keuangan Inggris Raya untuk menyiapkan salah satu skema penyelamatan terbesar.
"Pada 2016 RBS membukukan kerugian 7,0 miliar poundsterling, yang sebagian besar mencerminkan biaya untuk litigasi luar biasa, dan biaya terkait dengan restrukturisasi bank," ujar CEO RBS Group Plc, Ross McEwan belum lama ini.
Ia menambahkan, dampak keuangan dari masalah ini memang memberikan kesulitan. Namun ia menilai langkah restrukturisasi perlu dilakukan terkait masalah warisan kinerja perusahaan sebelumnya.
"Beban dan biaya yang harus ditelan perusahaan adalah pengingat tentang apa yang terjadi di bank ketika situasi memburuk dan manajemen kehilangan fokus pada nasabah, seperti yang terjadi saat krisis finansial," jelas McEwan.
(gir/gen)