Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi stabil, meskipun bank sentral AS (The Federal Reserve) menaikkan suku bunga acuannya (Fed Rate) bulan ini, mengacu pada perbaikan data tenaga kerja dan laju inflasi Negeri Paman Sam tersebut.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kenaikan Fed Rate memang akan membuat nilai tukar beberapa mata uang negara-negara di kawasan Asia bergejolak, termasuk rupiah. Namun, gejolak tersebut diyakini hanya bersifat sementara.
"Kondisi fundamental ekonomi Indonesia semakin kuat. Sehingga, dampak Fed Rate ke Indonesia tidak terlalu signifikan. Rupiah cenderung stabil," ujarnya, Senin (6/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain faktor fundamental ekonomi, sambung dia, pemerintah juga terus mengantisipasi kenaikan Fed Rate. Terakhir, The Fed menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin pada Desember 2016 lalu. Ketika itu, pemerintah memperkuat cadangan devisa dan protokol manajamen krisis di pasar keuangan.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal. Menurut dia, pengaruh kenaikan Fed Rate hanya jangka pendek. Pasalnya, ia menilai, fundamental ekonomi nasional saat ini cukup kuat.
"Fundamental cukup kuat, terlihat pertumbuhan ekonomi 5,02 persen, posisi cadangan devisa meningkat menjadi US$117 miliar, neraca perdagangan surplus," jelas Faisal.
Namun, untuk jangka panjang, ia mengingatkan, pemerintah perlu mewaspadai imbas kenaikan Fed Rate yang berpotensi mendorong kenaikan yield obligasi dan selanjutnya berpotensi meningkatkan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Makanya, ia meminta, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mewaspadai dengan merilis kebijakan yang bersifat antisipasi jangka pendek hingga panjang.
Wakil Ketua Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Raden Pardede menuturkan, imbas kenaikan Fed Rate terhadap dunia usaha masih belum menentu. Bahkan, hal ini sangat bergantung pada kebijakan BI dalam merespon kenaikan bunga acuan bank sentral AS tersebut.
"Kenaikan FFR ini sudah cukup lama diproyeksikan. Artinya, tergantung pada bagaimana BI akan merespon, apakah BI juga akan menaikkan atau tidak," katanya, Senin (6/3).
Bila kenaikan Fed Rate sebesar 25 basis poin, lanjutnya, BI tak akan ikut mengerek suku bunga acuan BI dan imbasnya terhadap dunia usaha tak begitu signifikan. Toh, dunia usaha juga telah memperhitungkan potensi tersebut.
Hanya saja, bila kenaikan FFR lebih dari 25 basis poin, imbasnya akan membuat dolar AS meningkat drastis dan berpotensi membuat banyak dana kembali ke AS, sehingga peran BI kembali dinanti oleh dunia usaha dan pasar.
"Kalau naik lebih dari 25 basis poin, BI harus hati-hati dalam menjelaskannya ke dunia usaha dan pasar karena ada kepanikan setelah itu," imbuhnya.