Bali, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menyatakan pemungutan pajak dari Google Asia Pacific Pte Ltd bakal menggunakan perhitungan laporan keuangan (settlement) tahun 2015 dan 2016.
Kepala Kantor Wilayah Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Muhammad Haniv mengatakan jajarannya telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) pajak kepada Google beberapa waktu lalu.
"Sebentar lagi selesai, kemarin seminggu lalu Google menyurati kami. Mereka minta waktu lagi soal data yang diminta. Okelah, kalau memang butuh waktu, kami berikan," kata Haniv di Anvaya Beach Resort Hotel, Jumat (10/3) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haniv mengaku, seharusnya permasalahan data dari Google ini tidak memakan waktu yang lama. Namun, ia menilai tampaknya Google masih enggan untuk membayar pajak karena meragukan masalah
security atau keamanan data.
"Kami minta segera karena data yang kami minta kan data elektronik. File elektronik yang itu sebenarnya enggak perlu lama. Tapi mungkin mereka meragukan masalah
security, bagaimana, atau juga kegedean datanya,” katanya.
Sementara, dalam perhitungan penarikan pajak, Haniv menilai seharusnya sudah ada perbedaan antara hitungan pada 2015 dan 2016. Pasalnya, perusahaan pasti tumbuh secara kinerja keuangan.
"Sekarang begini, untuk 2015 saya minta angka yang kamu perkirakan sendiri. Tapi 2016 harusnya lebih tinggi. Karena saya kira mereka punya pertumbuhan 20-30 persen. Pertumbuhan dalam
revenue ya. Artinya pajak 2016 harusnya lebih tinggi 2015," jelasnya.
Ia menjelaskan, karena saat ini sudah awal 2017, maka
settlement Google menggunakan data 2016 juga. Haniv pun memperingatkan Google untuk segera mematuhi aturan pajak agar tidak merugi sendiri apabila mengulur
settlement.
"Saya mau
settlement, tapi saya akan buka
settlement 2015-2016, dua tahun. Karena 2016 sudah selesai. Sudah mau SPT lagi, jangan lama-lama. Semakin lama akan ditagih pajak semakin besar," katanya.
(gen)