Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia memiliki dispenser gas paling lambat dua tahun ke depan. Pemerintah berharap hal ini bisa tercapai mengingat Peraturan Menteri ESDM mengenai kewajiban tersebut akan diterbitkan sesegera mungkin.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, gagasan ihwal pemasangan dispenser gas di SPBU muncul dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) di dalam sebuah pertemuan. Jonan mengatakan, Jokowi menyayangkan lambatnya pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) bagi kendaraan.
"Presiden melihat, kok penggunaan BBG tidak jalan-jalan? Ya sudah, mending dibuat satu SPBU satu nozzle dulu. Mungkin setahun hingga dua tahun, minimal ada satu dispenser gas di SPBU," jelas Jonan, Selasa (14/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia menuturkan, kewajiban ini juga muncul karena banyaknya debat kusir terkait minimnya penggunaan BBG.
Jonan mengatakan, industri otomotif merasa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) masih kurang, sehingga enggan memproduksi mobil BBG lebih banyak. Di sisi lain, pelaku usaha SPBG merasa kendaraan BBG masih minim.
"Selama ini orang bilang, diskusinya masih ayam dan telur. Saya sendiri cenderung ambil inisiatif, kami buat Permen karena itu kan wewenang saya. Kalau ini jadi, saya yakin Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mau mengikuti," jelasnya.
Menurut Jonan, kewajiban ini nantinya akan dilaksanakan secara bertahap. Rencananya, terdapat beberapa wilayah di mana SPBU di dalamnya harus menyediakan dispenser gas selama enam bulan tertentu. Namun, ada juga beberapa SPBU di wilayah-wilayah tertentu yang perlu menyediakan dispenser gas dalam kurun waktu 18 bulan sejak peraturan itu ditetapkan.
"Di samping itu kami juga akan mendorong gas agar harganya lebih menarik. Karena kalau harganya lebih tinggi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium, orang tidak akan minat. Kami yakin, ini akan menciptakan peluang bisnis yang besar," tutur Jonan.
Sehari sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pemanfaatan BBG harus dimaksimalkan demi mengurangi ketergantungan BBM. Apalagi menurutnya, pertumbuhan kendaraan meningkat 13 persen per tahunnya, sehingga kebutuhan BBM setidaknya juga ikut meningkat minimal sebesar 13 persen.
"Program konversi ini di sektor transportasi ini menjadi sinyal bahwa fokus kita untuk mengonversi BBM ke BBG jadi prioritas," katanya.
Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), penggunaan BBG bagi kendaraan di tahun 2016 mencapai 3,49 BBTUD. Angka ini mengambil 0,05 persen dari pemanfaatan gas bumi di Indonesia pada tahun lalu mencapai 6.991,4 BBTUD.