Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak meningkat lebih dari 2 persen pada Rabu waktu Amerika Serikat (AS) setelah persediaan minyak mentah Negeri Paman Sam tumbuh lebih kecil dari ekspektasi.
Sentimen ini diperkuat dengan gangguan produksi di Libya dan kemungkinan perpanjangan kebijakan pemangkasan produksi negara-negara produsen minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC).
Dikutip dari
Reuters, Energy Information Administration (EIA) AS mengatakan persediaan minyak Negeri Paman Sam itu bertambah 867 ribu barel pada pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka itu hanya setengah dari ekspektasi seiring kapasitas kilang-kilang minyak bertambah setelah mengalami perbaikan mesin. Menurut data EIA, kapasitas kilang AS bertambah 425 ribu barel, atau bertambah 1,9 persen dan membuat utilisasi kilang tercatat 89,3 persen.
Selain itu, persediaan minyak AS juga berkurang akibat meningkatnya ekspor. EIA melaporkan, ekspor minyak mentah AS meningkat menjadi 1 juta barel per hari pada pekan lalu. Padahal, ekspor minyak AS tercatat 520 ribu barel per hari sepanjang tahun 2016.
Di dalam risetnya, Standard Chartered memperkirakan persediaan minyak AS akan kembali menurun.
"Persediaan minyak akan terus meningkat sebelum melemah secara musiman pada paruh kedua April. Kami memprediksi bahwa penurunan persediaan bisa mencapai 1 juta barel per hari hingga menuju puncaknya pada bulan Juli atau Agustus mendatang," ujarnya.
Di samping itu, harga minyak juga tertolong oleh pengumuman force majeure oleh National Oil Corp (NOC) Libya setelah lapangan minyak Sharara dan Wafa di sebelah barat Libya diblokir oleh fraksi bersenjata. Akibatnya, produksi Libya berkurang 250 ribu barel per hari.
Sementara itu, Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengatakan, OPEC kemungkinan akan memperpanjang kebijakan pemangkasan produksi pada semester kedua mendatang.
Akibat berbagai sentimen tersebut, harga minyak Brent meningkat US$1,09 ke angka US$52,42 per barel. Di sisi lain, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah US$1,14 ke angka US$49,51 per barel.
Meski demikian, penguatan harga minyak ini masih dibayangi oleh produksi minyak non-konvensional AS yang berniat menambah produksi dan ekspor setelah harga minyak menguat beberapa bulan terakhir.