PLN Rombak 7.300 MW Proyek PLTU Biasa Jadi Mulut Tambang

CNN Indonesia
Jumat, 31 Mar 2017 07:15 WIB
Perubahan ini rencananya sudah dimasukkan di dalam revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2017 hingga 2026 mendatang.
Perubahan ini rencananya sudah dimasukkan di dalam revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2017 hingga 2026 mendatang. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) mengubah perencanaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) biasa dengan total kapasitas 7.300 Megawatt (MW) menjadi PLTU mulut tambang.

Perubahan ini rencananya sudah dimasukkan di dalam revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2017 hingga 2026 mendatang.

Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati mengungkapkan, perubahan ini dilakukan seiring fokus pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan PLTU mulut tambang serta Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) kepala sumur (well head).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, harga listrik yang dihasilkan kedua pembangkit tersebut sangat efisien karena berada di dekat sumber tenaga.

"Jadi, dulu di beberapa daerah akan dibangun PLTU non mulut tambang. Padahal, di dekat situ ada PLTU yang bisa dibangun dari mulut tambang. Maka dari itu, digantikan saja," jelas Nicke, Rabu (29/3).

Secara lebih rinci, ia mengatakan bahwa perubahan ini berlokasi di Kalimantan dan Sumatera, di mana kedua wilayah itu dikenal sebagai lumbung batu bara nasional. Rencananya, PLTU mulut tambang sebesar 1.600 MW akan mengganti PLTU biasa di Kalimantan, sedangkan 4.700 MW sisanya akan dibangun di Sumatera.

Ia melanjutkan, efisiensi tarif listrik yang bisa dihasilkan dari PLTU mulut tambang mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 24 tahun 2016 yang mengatur harga pembelian batu bara.

Di dalam beleid tersebut, harga bahan baku batu bara ditetapkan secara negosiasi antara pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dan perusahaan tambang.

Selain itu, efisiensi juga mengacu pada Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2017 yang menyebut bahwa tarif pembelian listrik oleh PLN dari PLTU tercatat 75 persen dari Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik regional.

"Komitmen pengembang bisa masuk lewat Permen ESDM Nomor 19 tahun 2017, di mana pengembang yang sudah siap bisa mengembangkan dengan harga sesuai peraturan tersebut," ujar Nicke.

Kendati demikian, rencana ini tidak begitu banyak mengubah porsi tenaga batu bara di dalam bauran energi (energy mix). Di dalam revisi RUPTL, rencananya porsi batu bara di dalam energy mix 2026 tercatat 50,4 persen, di mana angka ini lebih besar dibanding RUPTL sebelumnya 50,3 persen.

Ada pun menurutnya, saat ini kapasitas terpasang tenaga batu bara mengambil 55,6 persen dari bauran energi, sehingga porsinya perlu dikurangi di tahun 2026 nantinya.

Meski begitu, pengurangan porsi ini bukan disebabkan karena dipangkasnya jumlah PLTU, namun karena pertumbuhan kapasitas dari PLTG dan Energi Baru Terbarukan (EBT) juga akan meningkat.

"Nantinya, kapasitas pembangkit EBT akan bertambah 21.549 MW hingga 2026. Sehingga, jumlahnya di bauran energi akan meningkat dari saat ini 11,9 persen menjadi 22,5 persen 10 tahun mendatang," pungkas Nicke.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER