Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) percaya diri
holding (induk usaha) BUMN Pertambangan bisa terbentuk tahun ini. Meskipun sampai saat ini, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum memiliki sudut pandang yang sama terkait payung hukum pembentukan
holding tersebut.
Sesuai dengan roadmap Kementerian BUMN, PT Inalum (Persero) nantinya akan menjadi induk dari
holding BUMN pertambangan. Inalum akan membawahi PT aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.
Selain tiga BUMN pertambangan tersebut, Inalum nantinya juga akan menjadi pemegang 9,36 persen saham pemerintah pada PT Freeport Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Holding BUMN pertambangan sendiri bukan rencana baru. Rencana pembentukan
holding pada sektor tersebut sudah dimulai sejak Kementerian BUMN masih dipimipin oleh Sofyan Djalil.
Holding BUMN Pertambangan selama ini dinilai sulit terbentuk antara lain karena ketiga BUMN pada sektor tersebut sudah berstatus perusahaan publik.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menjelaskan, dari rencana membentuk enam
holding yang ada,
holding sektor pertambangan dinilai paling siap untuk direalisasikan.
Saat ini, proses legalitas
holding BUMN pertambangan sudah sampai tahap harmonisasi yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Sejumlah masalah regulasi yang masih ada akan terus digodok dan dan dibahas dalam rapat anggaran kementerian. Begitu juga diskusi lebih lanjut tentang payung hukum
holding-isasi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 72 Tahun 2016,” ujar Aloysius di Jakarta, Senin (3/4)
Menurut dia, pemerintah terus melakukan komunikasi yang intensif dengan berbagai pembangku kebijakan terutama terkait dengan PP Nomer 72 Tahun 2016 tersebut.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, pembentukan
holding BUMN Industri Pertambangan sesuai dengan strategi dan arah pembangunan BUMN jangka menengah yang tercantum dalam
Roadmap BUMN tahun 2015-2019. Pemerintah berkeinginan menjadikan BUMN sebagai salah satu perusahaan kelas dunia.
“Salah satu tujuan BUMN sektor pertambangan adalah menjalankan program hilirisasi dan kandungan lokal," jelasnya.
Holding BUMN Pertambangan akan mengerjakan sejumlah proyek bernilai besar dan terindikasi butuh pembiayaan dalam jumlah besar.
“
Holding BUMN Pertambangan diharapkan menjadi solusi atas besarnya pembiayaan tersebut,” katanya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja antara Komisi VI DPR dengan Kementerian BUMN, politikus Senayan menyatakan belum menyepakati substansi isi PP 72 tahun 2016, dan tidak menyepakati aturan tersebut untuk menjadi dasar hukum pembentukan
holding BUMN.
"Komisi VI DPR belum dapat menyepakati substansi dari PP 72, dan akan membahas hal ini dalam kesempatan berikutnya," tutur Azam Azman Natawijanan selaku pimpinan raker di Gedung DPR, Kamis (23/3) lalu.
Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI dari Fraksi PDI-P, mengungkapkan Pasal 2A ayat (1) PP 72/2016 bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-undang Keuangan Negara.
Dalam Pasal 2A ayat (1) PP 72/2016 menyatakan bahwa ”Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan Negara berupa saham milik Negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.”
Artinya, pengalihan saham negara kepada BUMN sebagai PMN tidak perlu melalui mekanisme penyusunan dan pertanggungjawaban APBN yang melibatkan pemerintah dan DPR. Konsekuensinya, PP 72 mengebiri kekuasaan pengelolaan keuangan negara oleh Presiden dan Menteri Keuangan.