Jakarta, CNN Indonesia -- PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mencatat kinerja yang kurang baik sepanjang tahun 2016. Laba bersih perusahaan tergerus 32,69 persen menjadi hanya Rp10,5 triliun dari tahun sebelumnya Rp15,6 triliun.
Sarwono Sudarto, Direktur Keuangan PLN menjelaskan, penurunan laba bersih ini disebabkan naiknya beban penyusutan yang ditanggung perusahaan dari Rp21,41 triliun menjadi Rp27,51 triliun.
"Biaya penyusutan bertambah karena kami pada tahun 2015 melakukan revaluasi aset, jadi penyusutan pertahunnya bertambah," ungkap Sarwono, Rabu (5/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, total aset dan ekuitas perusahaan pada akhir tahun 2015 melonjak Rp650 triliun atau masing-masing meningkat 227 persen dan 453 persen.
Dengan dilakukan revaluasi aset, maka solvabilitas perusahaan meningkat dan sekaligus meningkatkan kapasitas pinjaman perusahaan untuk memaksimalkan program pembangunan listrik 35.000 megawatt (mw).
Pasalnya, rasio utang PLN sebelum dilakukan revaluasi aset mendekati 300 persen. Artinya, perusahaan sangat terbatas untuk melakukan pinjaman. Asal tahu saja, perusahaan membutuhkan dana setidaknya sekitar Rp700 triliun untuk melaksanakan proyek 35.000 mw.
Selanjutnya, tak hanya beban penyusutan, beban pembelian tenaga listrik juga menigkat menjadi Rp59,72 triliun, dari sebelumnya Rp51,69 triliun. Dengan demikian, total beban usaha naik dari Rp246,26 triliun menjadi Rp254,44 triliun.
Sementara itu, perusahaan mampu meraup penjualan tenaga listrik sebesar Rp214,14 triliun, naik dari sebelumnya Rp209,84 triliun. Menurutnya, kenaikan ini didorong oleh tumbuhnya volume penjualan menjadi sebesar 216 Terra Watt hour (TWh) dari sebelumnya 202,8 TWh
"Peningkatan itu sejalan dengan keberhasilan perusahaan menambah kapasitas pembangkit sebesar 3.714 mw yang berasal dari pembangkit PLN sebesar 1.782 mw, dan menyelesaikan 2.859 kilometer sirkuit (kms) jaringan transmisi dan gardu induk sebesar 14.123 MVA," papar Sarwono.
Sementara, jumlah pelanggan hingga akhir tahun lalu bertambah 3,1 juta menjadi 64,3 juta dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 61,2 juta ton.
Adapun, harga jual tenaga listrik tahun lalu berhasil ditekan sebesar Rp41 per kWh dari Rp1.035 per kWh menjadi Rp994 per kWh. Kemudian, rasio elektrifikasi nasional akhir tahun lalu menjadi 91,16 persen, naik dari sebelumnya Rp88,3 persen.
"Ini melampaui target rasio elektrifikasi tahun 2016 sebesar 90,15 persen," imbuhnya.