Jakarta, CNN Indonesia -- Program amnesti pajak (
tax amnesty) telah berakhir pada 31 Maret lalu. Namun demikian, dampaknya belum signifikan mendongkrak bisnis hunian bertingkat (kondominium) di Indonesia.
Vivin Harsanto, Head of Advisory Jones Lang Lasalle (JLL), memperkirakan sektor properti hunian kelas menengah ke atas seharusnya akan menjadi sasaran penempatan aset repatriasi di sektor properti. Hal itu mengingat peserta amnesti pajak yang melakukan repatriasi merupakan wajib pajak yang berpenghasilan tinggi.
"Tetapi, sampai sekarang kamu belum melihat ada impactnya [program amnesti pajak]," tutur Vivin saat ditemui di JLL Jakarta Property Merket Update 1st Quarter 2017 di Tower II Bursa Efek Indonesia, Rabu (5/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), komitmen repatriasi wajib pajak peserta amnesti pajak hanya mencapai Rp147 triliun atau 14,7 persen dari target yang digadang-gadang sebelumnya, Rp1.000 triliun. Alih-alih ke sektor riil, sebagian besar aset tersebut hingga kini masih berada di rekening khusus sektor perbankan maupun manajer investasi.
Sementara, JLL mencatat sepanjang kuartal I-2017, permintaan hunian kondominium kelas atas masih lemah. Di wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), produk baru untuk kondominium kelas atas juga belum ada yang diluncurkan.
Menurut Vivin, salah satu faktor yang menahan keinginan masyarakat untuk berinvestasi di properti hunian high-class adalah tingginya pajak yang harus ditanggung.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2017 hunian yang tergolong mewah akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 20 persen.
Termasuk dalam kategori hunian mewah adalah rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan harga jual sebesar Rp20 miliar atau lebih; dan apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp10 miliar lebih.
Selain menanggung PPnBM, investor juga harus menangggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5 persen, dan beban pajak lainnya.
Karenanya, Vivin berharap pemerintah mengkaji kembali besaran pajak hunian mewah. Jika tidak, masuknya aset amnesti pajak tidak akan mendongkrak permintaan hunian mewah.
"Mungkin nanti permintaan masuk ke hunian kelas menengah atas, yang harganya di bawah ambang batas yang kena [pajak barang mewah], yaitu di kisaran Rp5 miliar," ujarnya.
Secara umum, permintaan kondomium pada tiga bulan pertama tahun ini masih relatif sehat dengan mayoritas permintaan berasal dari pasar kondominium kelas menengah dan menengah ke bawah.
Kendati demikian, tingkat penjualan hunian kondominium hanya sebesar 67 persen atau turun dari periode pertengahan 2015 yang bisa mencapai 80 persen. Lambatnya pertumbuhan penjualan itu berdampak pada pertumbuhan harga yang masih cenderung stagnan.