Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan peraturan baru yang memperkenankan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk membentuk bank perantara (bridge bank) yang berfungsi menampung aset bank yang perlu diselamatkan.
Aturan tersebut tertuang dalam beleid POJK Nomor 15 Tahun 2017 tentang Bank Perantara. Beleid ini memuat aturan mengenai prosedur pendirian bank perantara, mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran Bank Perantara.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon menjelaskan, bank perantara tersebut nantinya akan dibentuk dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) dan hanya boleh dimiliki oleh LPS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun dia PT, dia dikecualikan oleh aturan PT yang pemiliknya harus lebih dari satu, karena nanti ini hanya dimiliki oleh LPS. Bank perantara juga tidak terikat batas kepemilikan modal. Dan sampai kapan bank perantara berakhir? itu diatur namun tidak akan seketat bank umum biasa," ujar Nelson, Rabu (5/4).
Keberadaan bank perantara membuka opsi penanganan permasalahan solvabilitas bank tidak hanya dilakukan dengan cara pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank bermasalah kepada bank penerima, penyertaan modal sementara, atau pencabutan izin usaha bank.
Namun, juga dapat dilakukan dengan pendirian bank perantara yang digunakan sebagai sarana resolusi untuk menerima aset dan/atau kewajiban yang mempunyai kualitas baik dari bank bermasalah.
Pembentukan bank perantara itu bisa dilakukan jika LPS tidak berhasil melakukan skema purchase and assumption. Nantinya bank perantara harus didirikan dengan status permodalan yang kuat dan diperkenankan menjalankan bisnis selayaknya bank umum lainnya, seperti pengumpulan Dana Pihak Ketiga (DPK). dan menyalurkan kredit.
"Namun LPS tidak diperkenankan lama-lama memegang saham bank perantara ini, karena LPS itu didirikan bukan untuk memiliki bank," ujarnya.