Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja emiten ritel sepanjang tahun lalu terbilang cemerlang. Lima emiten ritel dengan kapitalisasi terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) kompak mencatatkan pertumbuhan dari segi pendapatan dan laba bersih.
Berdasarkan data yang dikumpulkan CNNIndonesia.com, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) menjadi emiten yang paling signifikan dalam membukukan pertumbuhan laba bersih.
Tak main-main, laba bersih distributor Zara ini naik hingga 458,4 persen persen sepanjang tahun lalu menjadi Rp208,47 miliar dari tahun 2015 sebesar Rp37,33 miliar. Namun sebenarnya, pendapatan perusahaan hanya tumbuh 10,21 persen menjadi Rp14,14 triliun dari tahun 2015 sebesar Rp12,83 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rupanya, perusahaan mendapatkan tambahan dari keuntungan kurs sepanjang tahun lalu mencapai Rp34,23 miliar, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mengalami rugi kurs sebesar Rp32,44 miliar. Selain itu, perusahaan juga mendapat keuntungan dari pelepasan entitas asosiasi sebesar Rp41,08 miliar.
Menurut analis Mandiri Sekuritas Laura Taslim, meski kenaikan pendapatan perusahaan tipis, tetapi hal itu sudah sejalan dengan prediksi dan konsensus. Sementara, kinerja laba sebelum beban bunga dan pajak (EBIT) diklaim Laura jauh diatas prediksi Mandiri Sekuritas.
"Kinerja EBIT yang naik 70 persen melampaui prediksi kami dan konsensus sebesar 9 persen dan 21 persen. Laba inti tumbuh 6x secara tahunan dan kembali diatas prediksi kami dan konsensus dengan porsi masing-masing 118 persen dan 126 persen," papar Laura dalam risetnya, dikutip Kamis (6/3).
Selanjutnya, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) meraup laba bersih Rp408,47 miliar. Angka itu naik 21,55 persen dibandingkan dengan sebelumnya Rp336,05 miliar. Sementara, pendapatan perusahaan naik terbatas sebesar 5,7 persen dari Rp5,53 triliun menjadi Rp5,85 triliun.
 Ilustrasi pusat perbelanjaan ritel di Jakarta. (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo) |
Sama halnya seperti Mitra Adiperkasa, pendapatan perusahaan sendiri sudah sesuai dengan prediksi dan konsensus Mandiri Sekuritas. Kemudian, untuk pencapaian laba bersih sendiri didorong oleh pendapatan bunga.
"Laba operasional tumbuh 53 persen menjadi Rp357,4 miliar diatas prediksi kami dengan porsi 108 persen dari prediksi, tetapi masih sejalan dengan prediksi konsensus yaitu berporsi 104 persen," sambung Laura.
Laura menambahkan, jika dilihat dari masing-masing divisi, pendapatan bersih
department store tumbuh 9,1 persen, sedangkan pendapatan
supermarket stagnan. Hal ini disebabkan divisi
supermarket menderita rugi operasional sebesar Rp20,1 miliar, naik dari tahun 2015 sebesar Rp9,4 miliar.
Kemudian, laba bersih PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) tumbuh 20,78 persen dari Rp588,32 miliar menjadi Rp710,58 miliar. Kenaikan laba bersih ini didorong oleh tumbuhnya pendapatan perusahaan sebesar 4,05 persen menjadi Rp4,88 triliun dari sebelumnya Rp4,69 triliun.
Selanjutnya, kinerja positif juga terlihat dari laba bersih yang diraup oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) yang mencapai Rp601,58 miliar, atau setara dengan kenaikan 33,36 persen dari Rp451,08 miliar. Sementara, pendapatan perusahaan naik 16,24 persen, sehingga total pendapatan akhir tahun lalu sebesar Rp56,1 triliun.
Emiten terakhir, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) berhasil menumbuhkan laba bersihnya 12,92 persen menjadi Rp2,01 triliun. Kemudian, untuk pendapatannya sendiri naik 9,88 persen menjadi Rp9,89 triliun.
 (CNN Indonesia/Laudy Gracivia) |
Menurut analis Mirae Sekuritas Indonesia Christine Natasya, raihan pendapatan Matahari sepanjang tahun lalu terbilang sejalan dengan prediksinya. Namun, ia juga mencatat terjadinya kenaikan pada margin kotor dari penjualan langsung pada kuartal IV 2016 menjadi 41,4 persen.
"Manajemen memberikan diskon yang agresif sepanjang tahun lalu untuk untuk meningkatkan volume penjualan unit, sehingga menyebabkan margin penjualan langsung naik," terang Christine dalam risetnya.
Namun, perusahaan berencana untuk membuka lebih banyak lagi gerai di beberapa tempat yang memiliki potensi untuk meningkatkan kontribusi penjualan langsung terhadap total penjualan.
Adapun, pemerintah telah menetapkan harga beberapa bahan pangan untuk menjaga harga eceran atau di pasar. Di mana harga eceran tertinggi (HET) untuk gula pasir sebesar Rp12.500 per kilogram (kg), minyak goreng Rp11 ribu per kg, dan daging sapi Rp80 ribu per kg.
Analis senior Binaartha Securities Reza Priyambada meyakini, penetapan ketiga harga pangan tersebut tidak akan mengganggu kelangsungan kinerja dari emiten ritel. Hal ini disebabkan, perusahaan tentu sudah mewaspadai dan memutar otak agar margin tetap terjaga.
"Misalnya harga daging batas atas Rp80 ribu kg, nah perusahaan kan beli lagi kepada pusatnya dan pasti meminta diskon. Jadi, harga yang dijual ke konsumen itu sudah menghitung marginnya," terang Reza.
Terlebih lagi, emiten ritel tentu sudah mempersiapkan beragam diskon menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran tahun ini. Sehingga, prospek dari kinerja emiten ritel tentu akan terus tumbuh.
"Apalagi bahan pangan itu kan sudah menjadi kebutuhan, jadi selalu pasti ada yang beli," pungkas dia.
Reza menuturkan, pembatasan harga ini dibuat pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat itu sendiri. Otomatis, jika memang daya beli masyarakat terjaga maka akan menjadi sentimen positif bagi emiten ritel.
"Kalau daya beli masyarakat terjaga tentu ini akan memberikan kesempatan emiten ritel untuk memepetahankan marginnya. Jadi tidak akan tergerus," jelas Reza.