Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) mencatat, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) berjenis Pertamax meroket tajam sekitar tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir meski secara volume, jumlahnya belum mampu mengalahkan konsumsi BBM jenis Premium. Di saat yang bersamaan, konsumsi masyarakat terhadap Premium tergerus secara perlahan.
Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba menjelaskan, peningkatan jumlah konsumsi Pertamax masyarakat terlihat dari realisasi impor Pertamax yang dilakukan perusahaan sejak 2014.
"Pertamax 2016 konsumsinya meningkat tiga kali lipat dari 8 juta barel per tahun menjadi 25 juta barel per tahun," ujar Daniel di Kantor Pusat Pertamina, dikutip Senin (10/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, untuk konsumsi Premium bila dilihat dari realisasi impor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut tergerus sekitar 28,16 persen di tahun lalu menjadi 73,7 juta barel per tahun dari semula 102,6 juta barel per tahun pada 2015. Bahkan, kecenderungan penurunan impor Premium turun sejak 2014 meski turunnya tipis sebanyak 13,7 juta barel per tahun dari 2014 ke 2015.
Melihat hal ini, Pertamina memperkirakan konsumsi Pertamax akan kembali meningkat di tahun ini. Bersamaan dengan itu, Pertamina menyiapkan impor yang lebih tinggi untuk Pertamax, yakni dengan mengerek target impor Pertamax sebanyak 46 persen menjadi 36 juta barel per tahun untuk mengantisipasi lonjakan konsumsi masyarakat.
"Pada 2017, kami proyeksikan konsumsi Pertamax meningkat jadi butuh impor yang lebih besar. Maka impor kami naikkan 11 juta barel," imbuh Daniel.
Sedangkan untuk Premium, perusahaan pelat merah tersebut memprediksi akan sedikit berkurang konsumsinya sehingga target impor melorot sekitar 15 persen untuk Premium, yakni menjadi hanya 62 juta barel per tahun atau berkurang sekitar 11,7 juta barel per tahun.
Sementara untuk BBM jenis Solar, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi konsumsi Solar, Pertamina memutuskan untuk tak melakukan impor Solar di tahun ini.
Adapun pengurangan impor Solar telah dilakukan oleh Pertamina sejak beberapa tahun terakhir, tercatat pada 2012, kebutuhan Solar di dalam negeri masih tinggi sehingga Pertamina merealisasikan impor Solar mencapai 51 juta barel per tahun.
Namun, secara bertahap, perusahaan terus menurunkan realisasi impor Solar, menjadi 40 juta barel per tahun pada 2013, 35 juta barel per tahun pada 2014, 16 juta barel per tahun pada 2015, dan hanya impor sebanyak 6 juta barel per tahun pada 2016 lalu.
Efek Konversi GasSelain Premium, Pertamax, dan Solar, Pertamina juga memasarkan bahan bakar yang berasal dari campuran gas minyak bumi (
Liquefied Petroleum Gas/elpiji). Konsumsi masyarakat terhadap elpiji tercatat mengalami pertumbuhan yang tak kalah pesat dari Pertamax dari tahun ke tahun.
Hal ini terlihat pula dari realisasi impor elpiji yang terus menggeliat, Pertamina mengaku, untuk tahun ini, perusahaan akan menyiapkan lebih banyak pasokan LPG dari impor, yakni dari semula sebanyak 4,4 juta ton per tahun menjadi 4,96 juta ton per tahun.
"Konsumsi elpiji cukup tinggi. Ini karena konversi minyak tanah ke gas semakin luas, permintaannya meningkat, dan pasokan dalam negeri juga ada penambahan terus," tambah Daniel.
Sebagai informasi, Pertamina mencatatkan impor elpiji di 2013 sebanyak 3,4 juta ton per tahun, 2014 sebanyak 3,62 juta ton per tahun, dan 2015 sebesar 4,18 juta ton per tahun.