Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan 5.810 temuan yang memuat 1.393 kelemahan Sistem Pengendalian Internal dan 6.201 permasalahan ketidakpatuhan berdampak finansial sebesar Rp19,48 triliun kepada Presiden Joko Widodo.
Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, temuan terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2016. Di antaranya, 18 persen permasalahan terletak pada kelemahan Sistem Pengendalian Internal dan 82 persen sisanya persoalan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan.
"Dari ketidakpatuhan itu, permasalahan yang berdampak finansial sekitar 32 persen atau senilai Rp12,59 triliun. Yang jelas-jelas merugikan negara, yakni sebanyak 1.205 temuan senilai Rp1,37 triliun atau 61 persen, dan 329 potensi kerugian negara sebesar 17 persen yang nilainya lebih besar Rp6,55 triliun," ujarnya, Senin (17/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, sambung Harry, sebanyak 22 persen atau sebanyak 434 kekurangan penerimaan yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp4,66 triliun.
Dalam laporan tersebut, ada tiga permasalahan yang diungkap dalam laporan tersebut. Pertama, soal jaminan kesehatan nasional untuk mendukung pelayanan kesehatan, di mana jumlah dan fasilitas sumber daya manusianya belum memadai untuk mendukung layanan kesehatan pada Puskesmas dan RSUD.
"Karena ada 155 pemerintah daerah yang program jaminan kesehatannya belum terintegrasi dengan program jaminan kesehatan nasional," terang Harry.
Kedua, yakni terkait pembagian tugas dan tanggungjawab penyediaan sarana dan prasarana sekolah jenjang SD, SMP, SMA/SMK antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat belum diatur. Menurut dia, perlu aturan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Ketiga, wajib pajak yang wajib memungut pajak pertambahan nilai pada empat KPP Wajib Pajak besar terindikasi belum menyetorkan PPN yang dipungut sebesar Rp910,06 miliar dengan potensi sanksi administrasi bunga minimal Rp538,13 miliar.
Selain itu, Wajib Pajak PPN terlambat menyetorkan PPN yang dipungut dengan potensi sanksi administrasi berupa bunga sebesar Rp117,70 miliar.