Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat, selisih belanja negara dengan penerimaan (defisit) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tiga bulan pertama tahun ini melorot jadi 0,77 persen dari total Produk Domestik Bruto (
Gross Domestic Product/GDP). Sementara di periode yang sama tahun lalu, defisit yang terekam pemerintah mencapai 1,13 persen.
Berdasarkan catatan bendahara negara, defisit APBN kuartal I 2017 mencapai Rp104,9 triliun dari PDB Indonesia. Sementara, bila dibandingkan dengan kuartal I 2016, defisit APBN mencapai Rp143,4 triliun.
"Defisitnya lebih besar tahun lalu karena pembiayaan tahun ini lebih kecil dibandingkan tahun lalu, yaitu sebesar Rp187,9 triliun. Sedangkan tahun lalu, Rp200,2 triliun," ucap Sri Mulyani di Kantor Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), Senin (17/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan gambaran defisit kuartal I 2017 tersebut, Sri Mulyani meyakini bahwa bidikan defisit APBN 2017 dikisaran 2,41 persen akan tercapai sampai akhir tahun. Sebagai gambaran, defisit sepanjang tahun lalu mencapai 2,35 persen.
Penerimaan Negara
Lebih rinci, defisit dalam APBN tersebut bersumber dari total penerimaan negara yang mencapai Rp295,1 triliun atau sekitar 16,9 persen dari total target penerimaan mencapai Rp1.750,3 triliun. Realisasi penerimaan negara ini, terpantau lebih tinggi dibandingkan realisasi penerimaan kuartal I 2016 yang hanya Rp247,5 triliun atau 13,9 persen dari total penerimaan Rp1.784,2 triliun.
Adapun realisasi penerimaan negara tersebut bersumber dari penerimaan perpajakan yang mencapai Rp237,7 triliun atau 15,9 persen dari total target di tahun ini yang mencapai Rp1.498,9 triliun.
Dengan capaian ini, Sri Mulyani terbilang mampu menggenjot penerimaan perpajakan kuartal I 2017. Pasalnya, bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, penerimaan perpajakan hanya mampu mencapai 13,3 persen dari target, yakni Rp247,5 triliun dari Rp1.539,2 triliun.
Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, keberhasilan menggenjot penerimaan perpajakan lantaran pemerintah menggelar program pengampunan pajak atau
tax amnesty yang berlangsung sampai tiga bulan pertama tahun ini.
"Di kuartal I ini ada pengaruh dari program
tax amnesty. Makanya saya minta Direktur Jenderal Pajak untuk fokus menggunakan hasil dari
tax amnesty dan gunakan data-data untuk penerimaan pajak secara berkelanjutan," kata Sri Mulyani.
Sedangkan dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), realisasinya juga tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, yakni mencapai Rp57,4 triliun atau sekitar 22,9 persen dari target tahun ini Rp250 triliun. Padahal tahun lalu, PNBP hanya 17,5 persen atau Rp42,9 triliun dari total Rp245,1 triliun.
Belanja NegaraDengan penerimaan negara yang melampau realisasi kuartal I tahun lalu, angka tersebut bisa menutupi kebutuhan belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda). Realisasi belanja negara pada tiga bulan pertama tercatat 19,2 persen atau Rp400 triliun dari total rancangan belanja negara yang ditargetkan mencapai Rp2.080,5 triliun tahun ini.
"Untuk belanja pemerintah pusat, terutama belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp92,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, baik dari sisi persentase maupun secara nominal," terang Sri Mulyani.
Berdasarkan catatannya, belanja untuk K/L kuartal I 2017 mampu memenuhi sekitar 12,1 persen atau Rp92,4 triliun dari kebutuhan K/L yang mencapai Rp763,6 triliun di tahun ini. Tahun lalu, suntikan belanja K/L hanya mampu memenuhi 10,8 persen dari target Rp767,8 triliun di tahun lalu.
Kemudian, untuk belanja non K/L, sebanyak 20,4 persen atau Rp112,5 triliun dari kebutuhan Rp552 triliun telah diberikan pemerintah pusat. Namun, realisasi ini sedikit melorot dibandingkan kuartal I 2016 di mana pemerintah berhasil memenuhi 20,6 persen atau Rp110,8 triliun dari total kebutuhan tahun lalu yang terbilang lebih tinggi, yakni mencapai Rp538,9 triliun.
 Menkeu Sri Mulyani dan Wamenkeu Mardiasmo dalam rapat kerja di DPR, hari ini. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) |
Sementara, belanja untuk pemda, tercatat berhasil dipenuhi Sri Mulyani sebanyak 25,5 persen atau Rp195,2 triliun dari total anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang mencapai Rp764,9 triliun sepanjang tahun ini.
Dalam pembagian TKDD, Dana Alokasi Umum (DAU) telah diberikan sebanyak 32,4 persen atau Rp133 triliun dari total kebutuhan Rp410,8 triliun. Namun, Dana Desa belum satu rupiah pun diberikan oleh Sri Mulyani dari total kebutuhan yang dianggarkan mencapai Rp60 triliun.
Asumsi MakroSampai Maret 2017, tercatat laju inflasi telah mencapai 3,6 persen dari target 4 persen. Lalu, suku bunga dikisaran 5,2 persen dari target awal 5,3 persen.
Kemudian nilai tukar rupiah berada dikisaran Rp13.348 per dolar Amerika Serikat (AS) atau sedikit lebih tinggi dibandingkan asumsi pemerintah dikisaran Rp13.300 per dolar AS.
Lalu,
lifting minyak secara rata-rata sama dengan target, yakni 815 ribu barel per har. Sedangkan
lifting gas 1,18 juta, sedikit lebih tinggi dibandingkan asumsi pemerintah di angka 1,15 juta.