Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian mengatakan, pemerintah terus melakukan advokasi parlemen Uni Eropa (UE) pasca pelarangan pemakaian biodiesel berbasis minyak kelapa sawit (
Crude Palm Oil/CPO) mulai 2020 yang tertuang di dalam resolusi Uni Eropa, bertajuk
Report on Palm Oil and Deforestation of Rainforests.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan, advokasi akan terus dikejar hingga parlemen Uni Eropa membatalkan resolusi tersebut. Menurutnya, kebijakan itu dirasa tidak adil dan memberatkan industri kelapa sawit Indonesia.
"Advokasi akan terus dilakukan sampai kebijakan itu dilepas. Sehingga, barang kami bisa tetap kembali masuk ke Eropa," terang Airlangga ditemui di kantornya, Selasa (18/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, resolusi dianggapnya sebagai politisasi perdagangan. Pasalnya, kebijakan tersebut tidak memperhatikan kerangka kerja sama lain yang akan digarap bersama Uni Eropa, yaitu
European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU CEPA).
Untuk itu, sebagai bagian dari advokasi, pemerintah akan mengkaji posisi Indonesia di dalam EU CEPA dan kaitannya dengan kebijakan ini. Jika resolusi Uni Eropa dan EU Cepa tak sejalan, tentu saja Indonesia akan menjadi pihak yang dirugikan.
 Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan, advokasi atas parlemen Uni Eropa akan terus dikejar hingga membatalkan resolusi tersebut. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) |
"Kami juga perlu melihat posisi Indonesia di dalam CEPA. Jelas saja, karena resolusi Uni Eropa ini adalah politisasi perdagangan. Kalau
trade dan politik dijadikan satu, ini tambahan
barrier untuk perdagangan Indonesia," tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, pertumbuhan ekspor hilirisasi industri kelapa sawit pada akhir tahun lalu bisa jadi alasan Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi tersebut.
Tercatat, 70 persen dari nilai ekspor CPO sebesar US$19,6 miliar sepanjang 2016 disumbang dari sisi hilir kelapa sawit. Porsi ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 60 persen.
Untuk memahami duduk persoalan secara jelas, pihak The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) yang terdiri dari Indonesia dan Malaysia akan mendatangi komisi Uni Eropa untuk menyampaikan bahwa industri kelapa sawit telah memenuhi standar.
"Produksi CPO sepanjang tahun lalu mencapai 33,5 juta ton artinya kami merupakan produsen terbesar sawit di dunia bersama Malaysia sudah kira-kira 85 persen penguasaan sawit dunia. Ini mungkin yang membuat mereka terus menekan kita, nilai tambah tinggi tentu itu masuk ke pasar mereka," papar Panggah, kemarin.
Sebagai informasi, dalam resolusi yang dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa berisi pendapat Uni Eropa tentang pengembangan industri sawit di Indonesia yang tidak memperhatikan lingkungan hingga merusak hutan.