Jakarta, CNN Indonesia --
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) berencana memperbarui kriteria dan prinsip
(Principle and Criteria/P&C) dalam produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan pada 2018 mendatang. Rencananya, RSPO akan memasukkan isu-isu terkait Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pembaruan P&C tersebut.
P&C merupakan standar acuan yang harus dipenuhi agar bisa mendapatkan sertifikasi dari RSPO. Adapun RSPO merupakan organisasi yang didirikan sejak 2004, yang terdiri dari pemangku kepentingan industri sawit untuk menjadikan industri itu sebagai bisnis yang berkelanjutan. RSPO terdiri dari perusahaan perkebunan sawit, perbankan, peritel, investor hingga organisasi masyarakat.
Direktur RSPO untuk Indonesia Tiur Rumondang mengatakan, tinjauan kembali P&C ini merupakan agenda lima tahunan RSPO, di mana ulasan ulang terakhir kali dilakukan pada 2013. Adapun saat ini pihaknya telah membentuk kelompok-kelompok kerja (
working group) yang mengkaji unsur HAM agar bisa dimasukkan ke dalam standar terbaru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam membawa upaya lebih agar komponen
human rights bisa diperkuat, maka
working group di dalam isu HAM sudah bekerja setahun belakangan ini," ungkap Tiur, Selasa (18/4).
Tiur melanjutkan, salah satu isu HAM yang akan dibawa di standar terbaru ini adalah tenaga kerja di bawah umur. Untuk itu, RSPO tengah bekerjasama dengan badan anak-anak yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNICEF, demi merumuskan poin-poin masukan tersebut.
Disamping itu, RSPO juga tengah memperhatikan isu perburuhan untuk bisa disertakan. Namun menurutnya, saat ini belum ada peraturan pemerintah yang tegas mengatur perlakuan perburuhan di sektor perkebunan. Pasalnya, perlakuan buruh untuk sektor perkebunan jauh berbeda dibandingkan buruh di sektor manufaktur.
Tiur pun berharap pemerintah bisa memperjelas peraturan mengenai ketenagakerjaan di sektor perkebunan sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Jika peraturan itu sudah ada, maka RSPO bisa dengan mudah memasukkan unsur tersebut di dalam P&C terbaru.
"Sambil menunggu peraturan pemerintah terkait perburuhan, kami juga tidak akan meng-
ignore isu-isu perburuhan yang terjadi di dalam kegiatan operasional anggota-anggota kami," ucapnya.
Meski tenggat waktu hanya tersisa setahun, dia mengaku peninjauan ulang P&C ini masih belum selesai. "Kami masih memiliki beberapa
working group yang masih bekerja," terangnya.
Sebagai informasi, P&C pertama RSPO diterbitkan tahun 2008 dan baru mengalami satu kali tinjauan ulang di tahun 2013. P&C diterapkan secara global, namun setiap negara berhak untuk menyesuaikan P&C tersebut dengan regulasi yang terdapat di masing-masing negara tersebut.
Menurut data RSPO, hingga Februari 2017, produksi kelapa sawit yang sudah menggenggam sertifikasi
Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) di seluruh dunia tercatat sebesar 12,22 juta metrik ton. Indonesia sendiri mengambil porsi 57,03 persen dari produksi tersebut, atau 6,97 juta metrik ton.
Pada periode yang sama, Indonesia memiliki lahan kelapa sawit seluas 1,82 juta hektare, di mana angka tersebut mengambil 54,9 persen dari total lahan yang telah disertifikasi RSPO seluas 3,31 juta hektare di seluruh dunia.