Sri Mulyani Kini jadi Alasan Freeport Malas Ekspor Mineral

CNN Indonesia
Kamis, 20 Apr 2017 11:22 WIB
PMK Nomor 13 Tahun 2017 yang diteken Menkeu Sri Mulyani pada 9 Februari 2017, mewajibkan Freeport membayar bea keluar 7,5 persen mulai tahun ini.
Jubir Freeport Indonesia Riza Pratama menyebut PMK Nomor 13 Tahun 2017 yang diteken Menkeu Sri Mulyani pada 9 Februari 2017, mewajibkan Freeport membayar bea keluar 7,5 persen mulai tahun ini. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia mengaku masih memiliki sejumlah ganjalan dalam proses negosiasi kelanjutan operasional perusahaan dengan pemerintah Indonesia. Meskipun perundingan yang dilakukan pemerintah dengan perusahaan Amerika Serikat (AS) sudah berlangsung nyaris dua bulan lamanya.

Riza Pratama, Juru Bicara Freeport Indonesia menjelaskan manajemen merasa keberatan dengan kewajiban harus membayar Bea Keluar (BK) ekspor konsentrat yang dikenakan pemerintah sebesar 7,5 persen.

Kewajiban tersebut baru saja muncul, berbarengan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2017 pada 9 Februari silam. Padahal dalam Kontrak Karya (KK) yang masih berlaku, ekspor konsentrat yang dilakukan Freeport seharusnya bebas bea keluar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PMK yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tersebut, dinilai Freeport bertentangan dengan KK yang disepakati dengan pemerintah dan harus dihormati hingga masa berlakunya habis pada 2021.

"Berdasarkan KK, kami tidak wajib membayar BK," kata Riza, dikutip dari detikFinance, Kamis (20/4).

Ia menyebut kewajiban membayar BK itulah, yang kemudian menahan nafsu perusahaan untuk mengajukan permohonan izin ekspor konsentrat ke Kementerian Perdagangan. Meskipun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merilis rekomendasi ekspor sejak bulan lalu.


“Masih ada hal yang perlu diselesaikan kan. Tetapi kami sedang finalisasi izin ekspor itu,” katanya.

Pengenaan BK dalam PMK 13 tahun 2017 dihitung berdasarkan tingkat kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) yang dibuat oleh perusahaan tambang.

Jika tingkat pembangunan fisik smelter sampai 30 persen, maka Kementerian Keuangan memungut BK sebesar 7,5 persen. Jika pembangunan fisik sudah di kisaran 30-50 persen, BK dikurangi jadi 5 persen saja. Jika sudah sudah 50-75 persen, BK mengecil lagi jadi 2,5 persen. Terakhir, jika smelter sudah di atas 75 persen, baru perusahaan tersebut bisa menikmati BK nol persen.

Freeport sendiri sudah memulai pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur berkapasitas olah 2 juta ton konsentrat per tahun. Namun, sampai sekarang kemajuan pembangunannya baru sampai 14 persen.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER