Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) optimistis empat pembangkit listrik akan beroperasi (Commercial Operation Date/COD) di wilayah Papua dan Maluku pada tahun ini. Total kapasitas keempat pembangkit tersebut sebesar 110 Megawatt (MW).
Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN Haryanto WS merinci keempat pembangkit tersebut yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Holtekamp unit 2 sebesar 1x10 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) MPP Jayapura sebesar 50 MW, PLTMG MPP Nabire berkapasitas 20 MW dan PLTMG MPP Ternate berkapasitas 30 MW.
Ia mengatakan, tingkat kemajuan (progress) terbesar terdapat pada PLTU Holtekamp dengan persentase kemajuan mencapai 95,9 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Progress proyek tersebut mendekati sempurna karena termasuk di dalam program Fast Track Program (FTP) I dan telah melalui kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) pada tahun 2008 silam.
Sementara itu, progress PLTMG MPP Nabire dan Ternate terbilang masih belum signifikan. Namun, ia yakin pengerjaan dua pembangkit itu akan selesai di tahun ini.
"Karena bahan bakar gas biasanya pembangunannya singkat. Di Jayapura, Ternate, dan Nabire kami harapkan pengerjaannya bisa enam bulan saja. Ini jauh lebih singkat dibanding pengerjaan PLTU skala besar yang kadang bisa memakan waktu hingga 48 bulan lamanya," tutur Haryanto, Selasa (25/4).
Keempat proyek tersebut, lanjutnya, akan melengkapi lima pembangkit yang sudah memasuki COD di tahun 2016. Keempat pembangkit tersebut adalah PLTA Genyam dengan kapasitas 2x10 MW, PLTU Holtenkamp Unit 1 sebesar 1x10 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) Prafi dengan kapasitas 2x1,25 MW, PLTU Maluku Utara sebesar 2x7 MW, dan Marine Vessel Power Plant (MVPP) di Ambon dengan kapasitas 60 MW.
Menurutnya, sistem ketenagalistrikan di Papua dan Maluku harus memadai karena pertumbuhan konsumsinya diperkirakan akan sangat tinggi.
Mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2017 hingga 2026, rata-rata pertumbuhan kebutuhan listrik Maluku dan Papua masing-masing akan mencapai 12,1 persen dan 10,5 persen per tahun selama 10 tahun mendatang.
"Apalagi, Papua juga akan menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2020 mendatang. Sehingga, listrik perlu memadai agar investor mau datang ke Papua," tambahnya.
Di samping itu, penambahan pembangkit di kedua wilayah itu diperlukan karena raso elektrifikasinya masih sangat sedikit. Haryanto menuturkan, rasio elektrifikasi di Papua mencapai angka 54 persen di akhir tahun 2016. Sementara itu, rasio elektrifikasi di Maluku sedikit lebih baik, yaitu 77,44 persen di periode yang sama.
"Memang pekerjaan ini sangat menantang agar kedua wilayah ini bisa terlistriki semua. Terutama Papua, yang memiliki rasio elektrifikasi terendah," pungkasnya.
Menurut RUPTL 2017 hingga 2026, wilayah Maluku dan Papua akan mengalami peningkatan kapasitas pembangkit listrik sebesar 2.100 MW selama 10 tahun mendatang. Di samping itu, transmisi sepanjang 67.627 kilometer sirkuit (kms) juga akan dibangun di kedua wilayah tersebut.