Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak terjun ke titik terendah selama tahun ini pada sesi perdagangan Kamis (4/5) waktu Amerika Serikat. Hal ini dipengaruhi keputusan organisasi negara-negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) terkait rencana perpanjangan periode pemangkasan produksi.
Dikutip dari Reuters, delegasi OPEC dan beberapa produsen lain memberi sinyal tidak akan mengurangi produksi lebih dalam lagi. Meski begitu, OPEC dan negara lainnya kemungkinan masih tetap melanjutkan perpanjangan pembatasan produksi, di mana hal tersebut akan dibicarakan pada pertemuan 25 Mei mendatang.
Hasilnya, harga West Texas Intermediate (WTI) tercatat melemah 4,81 persen ke angka US$45,52 per barel. Di tengah sesi perdagangan, bahkan harga WTI sempat bertengger di angka US$45,29 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, harga Brent ditutup di level US$48,38 per barel atau melemah 4,75 persen. Ini merupakan pertama kalinya kedua harga minyak patokan berada di bawah US$50 per barel sejak November tahun lalu. Artinya, kebijakan pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC demi mendongkrak harga menjadi sia-sia.
Volume perdagangan Brent mencatatkan rekor tertinggi yaitu 525 ribu kontrak. Ini merupakan rekor tertinggi sejak tahun 1988 silam. Sementara itu, volume perdagangan WTI menembus 898 ribu kontrak, atau yang tertinggi dalam dua bulan terakhir.
Dalam beberapa waktu ke depan, harga minyak kemungkinan masih akan tertekan setelah permintaan energi China, yang merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia, diperkirakan akan menurun. Pasalnya, menurut sebuah survei pasa bulan April lalu, pertumbuhan sektor jasa di negara itu merupakan yang terendah dalam setahun belakangan.