Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan pihaknya akan meningkatkan kepatuhan dan pembayaran pajak dari sektor perkebunan sawit dengan memanfaatkan jaringan koperasi dan asosiasi petani sawit.
"Kami harap petani sawit bikin koperasi jadi badan usaha agar bisa dikreditkan pajaknya. Selama ini mereka individu (pembayarannya)," kata Ken di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jumat (5/5).
Ken menilai cara ini akan efektif meningkatkan pelaporan pajak petani sawit, seperti halnya yang terjadi pada program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berakhir Maret lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DJP melihat sektor informal, seperti halnya para petani, memang mengalami kesulitan tersendiri untuk memenuhi prosedur pembayaran pajak, namun tak serta merta membuat mereka menghindari pajak.
DJP sendiri menerapkan sistem pelaporan mandiri (
self assessment) pada pajak yang seharusnya disetor ke kas negara, sehingga hal ini bisa menghambat masalah pelaporan pajak.
"Sistem pajak kami
self assessment, kami tidak boleh menentukan pajaknya sekian kalau tidak ada datanya (dari wajib pajak itu sendiri)," imbuh Ken.
Masalah lain yang mengambat pelaporan pajak melingkupi jumlah petugas dan kantor pelayanan pajak (KPP) yang terbatas sehingga informasi pada petani pun terbatas.
Oleh karenanya, pembayaran pajak dari petani dinilai akan lebih efisien melalui koperasi dan asosiasi petani sawit.
Sementara itu, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal melihat, ada faktor lain yang membuat para petani tidak melaporkan pajaknya, yakni pendapatan mereka yang di bawah ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
"Sebagian besar (pendapatan petani sawit) di bawah PTKP sehingga tidak wajib menyampaikan SPT sehingga tingkat penyampaian SPT juga masih rendah," kata Yon secara terpisah.
Selain itu, para petani sebenarnya sudah melaporkan pajaknya hanya saja pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemotongan langsung melalui Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, namun tak disertai dengan pelaporan SPT.
"Sebenarnya sudah bayar pajak lewat pemotongan, salahnya mereka hanya tidak melaporkan SPT," imbuh Yon.
Bersamaan dengan hal ini, Yon memastikan bahwa DJP akan kembali menyinkronkan data pajak dengan melihat realisasi pelaporan SPT 2016 dan pembayaran pajak.
Berdasarkan data pajak milik DJP yang dirangkum dalam Kajian Sistem Pengelolaan Komoditas Kelapa Sawit (KSPKKS) 2016 oleh KPK, sebanyak 63 ribu dari total 70 ribu wajib pajak di sektor sawit belum menunaikan pembayaran pajaknya, baik yang bersifat orang pribadi (OP) maupun badan.
Sudah Ikut Tax AmnestyUntuk menyinkronkan data pajak, DJP juga akan melihat realisasi keikutsertaan para pekerja perkebunan sawit di program tax amnesty. Yon menyatakan, dalam sembilan bulan program itu, ada tambahan sebanyak 3.100 wajib pajak yang ikut serta.
"Dari sekitar 70 ribu wajib pajak (di sektor perkebunan sawit), sebanyak 3.100 wajib pajak ikut tax amnesty, terdiri dari 1.700 wajib pajak badan dan 1.400 wajib pajak orang pribadi," jelas Yon.
Selain dari tax amnesty, berdasarkan pelaporan SPT 2016, Yon juga memastikan ada tambahan wajib pajak yang terdaftar telah melaporkan SPT. Bahkan, total pelaporan SPT sampai April 2017 disebut Yon telah melonjak dua kali lipat.
"Secara umum ada peningkatan, misalnya orang pribadi yang sudah lapor sebanyak 10.500 wajib pajak, tahun lalu cuma 5.500 wajib pajak. Berarti ada kenaikan tapi ini belum final, masih kami periksa lagi," terang Yon.