Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menilai dugaan penghindaran pembayaran pajak oleh 63 ribu wajib pajak (WP) yang diendus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Kajian Sistem Pengelolaan Komoditas Kelapa Sawit (KSPKKS) 2016 memang benar, karena merupakan data yang berasal dari DJP sendiri.
"Bahwa data dari tingkat kepatuhan pembayaran pajak dari sektor sawit masih belum tinggi, itu betul. Karena apa yang dibilang KPK itu datanya dari kami," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Hestu Yoga Saksama saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (4/5).
Menurut Yoga, sapaan akrabnya, rendahnya kepatuhan pembayaran pajak oleh pelaku industri sawit melalui pelaporan mandiri (
self assessment) berdasarkan KSPKKS 2016 lahir karena terbatasnya informasi yang kemudian ditambah dengan terbatasnya kapasitas DJP di beberapa kota yang padat akan industri sawit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi terbatasnya informasi, banyak pelaku industri sawit di daerah yang merupakan pelaku kecil dan menengah sehingga kebanyakan dari mereka belum sepenuhnya mengerti tata cara pelaporan SPT secara mandiri sehingga mungkin masih ada beberapa data yang belum dilaporkan.
Sementara untuk terbatasnya kapasitas DJP, Yoga mengatakan, untuk kantor pelayanan pajak (KPP) yang di daerah, sumber daya manusianya tak sebanyak yang ada di pusat sehingga tak bisa mengawasi begitu banyak pelaku industri sawit di daerah.
"Contohnya di Tanjung Pandan, itu pegawainya hanya 60 orang ditambah bagian HRD 15 orang. Mereka tidak hanya harus mengawasi wajib pajak dari industri sawit tapi juga yang lain, sektor pemerintahan, perdagangan, perikanan, dan lainnya," jelas Yoga.
Kendati begitu, Yoga menilai, sebenarnya basis data perpajakan secara umum seharusnya telah meningkat. Pasalnya, KSPKKS 2016 merupakan kajian yang berdasarkan pada pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) 2015. Sementara, DJP telah menerima sejumlah laporan baru berdasarkan SPT 2016 yang dilaporkan di tahun ini.
Selain itu, di samping adanya perubahan data perpajakan dalam rentang satu tahun, basis data perpajakan memang seharusnya sudah bertambah lantaran DJP mengadakan program pengampunan pajak atau
tax amnesty pada Juli 2016 hingga Maret 2017 lalu.
"Kami melihat data yang digunakan KPK itu dari basis data perpajakan 2015. Jadi, mungkin sudah ada perkembangan data perpajakan yang baru
tax amnesty di tahun lalu," imbuh Yoga.
Selain itu, dari sisi wajib pajak dari industri sawit sendiri, Yoga memastikan bahwa DJP akan pula memeriksa sebanyak 70 ribu wajib pajak tersebut sehingga datanya juga diperbarui.
"Industri sawit ini dinamis, jadi kami juga akan periksa kembali yang 70 ribu wajib pajak itu, apakah mereka masih aktif atau tidak. Pokoknya semua kami sinkronkan kembali," tegas Yoga.
Oleh karena itu, sambung Yoga, DJP Kemenkeu akan segera menyinkronkan kembali seluruh data perpajakan yang dimiliki, khususnya data-data baru yang didapat dari program
tax amnesty.
Sehingga pengawasan yang dilakukan oleh KPK dapat menyesuaikan dengan data perpajakan baru milik DJP usai menjaring sebanyak 956.793 wajib pajak melalui program
tax amnesty dan sekitar 10,94 juta wajib pajak yang melapor SPT 2016 sampai 25 April lalu.