Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak menguat pada hari Senin (8/5), waktu Amerika Serikat, di tengah sesi perdagangan yang bergejolak. Penguatan didukung oleh pernyataan organisasi negara-negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan non-OPEC bahwa pembatasan produksi kemungkinan diperpanjang hingga tahun depan.
Dikutip dari Reuters, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al Falih mengatakan bahwa OPEC akan melakukan segala cara untuk kembali menyeimbangkan pasar minyak. Salah satunya adalah dengan memperpanjang kebijakan pemangkasan produksi hingga 2018 mendatang.
Keputusan ini juga diamini Menteri Minyak Kuwait, Essam al-Marzouq. Ia menyebutkan, negara-negara OPEC telah mencapai konsensus ihwal perpanjangan kebijakan pemangkasan produksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, OPEC dan beberapa negara non-OPEC masih dijadwalkan berkumpul di Wina, Austria pada 25 Mei mendatang, untuk membicarakan hal tersebut.
Hasilnya, harga Brent menguat US$0,24 per barel ke angka US$49,34 per barel. Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) meningkat US$0,21 per barel ke angka US$46,34 per barel.
Sebelumnya, OPEC dan negara non-OPEC memutuskan untuk membatasi produksi minyak sebesar 1,8 juta barel per hari sepanjang semester I tahun ini untuk mengurangi suplai minyak berlebih.
Namun, analis sudah mulai jengah dengan banyaknya pembicaraan yang dilakukan oleh OPEC dibanding aksi konkretnya demi mengurangi stok minyak.
"Pasar sudah mulai lelah dengan pernyataan OPEC, mulai dari kepatuhan mereka untuk mengurangi persediaan minyak. Klaim tersebut tidak memengaruhi realita bahwa persediaan minyak tetap tinggi dan produksi negara non-OPEC juga malah meningkat " imbuh Kepala Riset Komoditas Commerzbank, Eugen Weinberg.
Kenyataannya, produksi minyak AS kini telah bertumbuh 10 persen sejak pertengahan 2016 ke angka 9,3 juta barel per hari. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2015 dan semakin mendekati level produksi Rusia dan Arab Saudi.