CITA Wanti-wanti Pemerintah Soal Beleid Pemeriksaan Pajak

CNN Indonesia
Selasa, 16 Mei 2017 14:24 WIB
CITA meminta pemerintah memperhatikan hal-hal, seperti masa waktu penetapan pajak mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPT Tahunan.
CITA meminta pemerintah memperhatikan hal-hal, seperti masa waktu penetapan pajak mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPT Tahunan. (ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah).
Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengapresiasi rencana pemerintah merilis aturan main terkait pemeriksaan pajak usai gelaran pengampunan pajak (tax amnesty). Namun, CITA mewanti-wanti agar pemerintah juga memperhatikan sejumlah ketentuan dan tata cara perpajakan, beserta aturan terkaitnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengatakan, masih terdapat beberapa hal yang perlu diatur lebih jauh oleh pemerintah guna memberikan kepastian hukum terhadap para wajib pajak (WP) yang mengikuti pengampunan pajak maupun tidak mengikuti.

Yakni, terkait masa waktu (daluwarsa) penetapan pajak jika di kemudian hari ditemukan data atau informasi mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan atau dilaporkan dalam SPT Tahunan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penetapan tersebut juga harus dibedakan antara WP yang mengikuti tax amnesty dan yang tidak. Kalau WP tidak mengikuti tax amnesty, maka harta yang dimaksud harus dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atawa diperoleh pada tahun ditemukannya data dan atau informasi.

"Hal ini penting diatur untuk memberi kepastian hukum dan menegaskan sifat lex specialis UU Pengampunan Pajak, karena daluwarsa penetapan pajak menurut UU KUP adalah lima tahun sebelum berakhirnya tahun pajak atau masa pajak," ujarnya, dalam keterangan resmi, Senin (15/5).

Selanjutnya, ia berharap, pemerintah mengatur dasar penilaian harta yang dianggap sebagai tambahan penghasilan. Apabila tidak diatur, maka akan memberikan ketidakadilan dan dikhawatirkan menimbulkan sengketa pajak dan penolakan dari WP.

"PP ini dapat mengatur dengan memberi kesempatan WP melakukan pembetulan SPT agar terhindar dari sanksi atau menjamin pengurangan sanksi administrasi menurut Pasal 36 UU KUP," jelasnya.

Ia juga menyinggung pembenahan konteks pasal 19 UU Pengampunan Pajak yang mengatur bahwa segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan UU Pengampunan Pajak hanya dapat diselesaikan melalui gugatan ke pengadilan pajak. Padahal UU KUP mengatur, sengketa yang bersifat materiil (terkait isi ketetapan) harusnya diselesaikan melalui keberatan dan banding.

"Sengketa materiil terkait pelaksanaan UU Pengampunan Pajak seyogyanya tetap dapat diselesaikan melalui proses keberatan dan banding di Pengadilan Pajak, demi keselarasan dengan ketentuan lain dan terjaminnya hak-hak wajib pajak," kata Yustinus.

Ia juga mendesak petugas Ditjen Pajak untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh WP yang tidak mengikuti pengampunan pajak, namun terindikasi memiliki masalah pajak.

"Sebaiknya, pemeriksaan diprioritaskan terhadap WP, baik yang tidak ikut pengampunan pajak maupun yang ikut pengampunan pajak, yang terdapat data akurat dan selama ini tidak mengindahkan himbauan untuk melakukan pembetulan," pungkasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER