Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Perppu tersebut dinilai sebagai jalan keluar agar Indonesia dapat ikut terlibat dalam pertukaran data secara otomatis
(Automatic Exchange of Information/AEoI) lintas negara pada 2018 mendatang.
Kendati demikian, Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap harus memastikan diterbitkannya revisi Undang-Undang Ketentuan umum Perpajakan (KUP) dan Undang-Undang Perbankan.
"Sebaiknya tahun ini, atau setidaknya saat AEOI berlaku, semua perangkat sudah siap," ujar Yustinus kepada CNNIndonesia.com, Senin (29/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Revisi kedua undang-undang tersebut menurut dia, harus berisi semangat yang sama dengan yang tertuang dalam Perppu, seperti terkait kerhahasiaan, perlindungan data, pengaturan mekanisme, kewajiban, hingga sanski yang jelas.
Disisi lain, Yustinus yakin pemerintah mampu menjelaskan tujuan dan urgensi pembentukan Perppu tersebut kepada DPR. Adapun pada hari ini, DPR RI rencananya akan memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani guna memberikan penjelasan terkait Perpu tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
"Saya kira Menkeu punya argumen yang jelas soal Perppu ini. Saya berharap DPR dapat menyetujui dan mengesahkan, karena kemendesakan dan pentingnya Perppu ini, tidak saja untuk perjanjian internasional, tapi juga memperkuat dalam negeri," terangnya.
Kendati demikian, Yustinus menilai, kewenangan Ditjen Pajak yang besar untuk mengakses data harus diimbangi dengan akuntabilitas, dan jaminan perlindungan data nasabah/wajib pajak dari penyalahgunaan di luar kepentingan perpajakan
(fishing expedition).