Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) tengah mengkaji pengenaan biaya untuk fasilitas penambahan saldo
(top-up) uang elektronik
(electronic money/e-money). Berdasarkan kajian awal industri, biaya yang akan dikenakan pada pengguna
e-money tersebut akan berada dikisaran Rp1.500 hingga Rp2.000.
Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Anggoro Eko Cahyo mengungkapkan, pengenaan biaya pada
top-up akan memberikan insentif bagi bank untuk mengembangkan infrastruktur uang elektronik. Pengenaan biaya
top-up sejenis juga telah diterapkan bank untuk biaya isi ulang pulsa telekomunikasi sebesar Rp1.500 per isi ulang.
"Sejauh ini kajian
fee top-up dikisaran Rp1.500 hingga Rp2.000" ujar Anggoro di Jakarta, Rabu (31/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggoro yang saat ini juga menjabat sebagai direktur PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengaku tidak khawatir pengenaan biaya pada
top-up uang elektronik akan menjadi disinsentif bagi masyarakat untuk menggunakan uang elektronik. Pasalnya, perbankan meyakini pembayaran nontunai akan menjadi kebutuhan dan kebiasaan masyarakat ke depan. Hal itu tak lepas dari manfaat uang nontunai yang relatif lebih efisien dan aman bagi pengguna.
Selain itu, upaya memperluas jangkauan uang elektronik juga didukung oleh BI dan pemerintah. Salah satunya, kewajiban pembayaran nontunai pada transaksi pembayaran jalan tol. Anggoro pun memperkirakan pengenaan biaya
top-up bisa dilakukan sebelum Oktober 2017.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eny V Panggabean mengungkapkan, aturan pengenaan biaya pada
top-up akan dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI). Implementasi PBI tersebut ditargetkan sebelum pelaksanaan integrasi sistem pembayaran elektronik jalan tol (ETC) pada Oktober 2017 mendatang.
"Menunggu
Electronic Toll Collection (ETC) terbentuk di Oktober, baru kami akan keluarkan Peraturan BI," jelasanya.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menjelaskan, pengenaan biaya tersebut dilakukan untuk memberikan insentif pada bank untuk memperbanyak infrastruktur pembayaran uang elektronik. Hal itu sejalan dengan rencana BI untuk menciptakan gerbang pembayaran nasional
(National Payment Gateway/NPG). Melalui NPG, sistem platform uang elektronik
(e-money) seluruh perbankan di Indonesia nantinya akan menjadi satu.
"Kalau tanpa
fee untuk
top-up, untuk mendesak bank secara besar-besaran melakukan penyediaan fasilitas
top-up itu kurang cepat," ungkapnya.
Kendati belum disepakati industri, BI menjamin, besaran biaya
top-up tersebut akan rasional.
Sebagai informasi, berdasarkan data BI, jumlah uang elektronik beredar per April 2017 mencapai 57,76 juta atau naik 12,8 persen dibandingkan posisi akhir Desember 2016, 51,2 juta.
Dari sisi transaksi, per April 2017, volume transaksi mencapai mencapai 55,63 juta transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp633,6 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlah transaksi hanya 51,02 juta transaksi dengan nilai Rp515,23 triliun.
Adapun infrastruktur uang elektronik berupa mesin pembaca kartu (reader) per April 2017 mencapai 401,83 ribu unit atau naik dari posisi akhir tahun lalu, 374,86 ribu.