Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebutkan, akan segera mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk membahas perubahan asumsi makro yang dirumuskan ke dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (R-APBNP) 2017.
Dalam perubahannya, Sri Mulyani melihat potensi peningkatan target pertumbuhan ekonomi dari 5,1 persen sesuai yang tertuang dalam APBN 2017 menjadi 5,1 - 5,3 persen sampai akhir tahun ini.
Kemudian, bendahara negara itu juga melihat ada potensi kenaikan penerimaan dari naiknya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Prices/ICP) ke kisaran US$50 per barel dari sebelumnya US$45 per barel dalam APBN 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami segera bahas itu, itu kan baru di pemerintah. Untuk pertumbuhan ekonomi, kami mau lihat dulu dasar-dasarnya agar tidak menjadi beban," kata Anggota Komisi XI Johnny G. Plate kepada
CNNIndonesia.com, dikutip Minggu (4/6).
Sembari menunggu pembahasan dengan Sri Mulyani, Johnny menilai, sebenarnya sah saja bila proyeksi pertumbuhan ekonomi diubah. Sebab, peningkatan pertumbuhan ekonomi memang bisa dicapai bila pemerintah sudah memetakan langkah dan komitmen untuk mengejarnya.
Menurut Johnny, indikator investasi harus dipompa lebih kencang lagi oleh pemerintah untuk mengejar target tersebut. Sebab, selama kuartal I 2017, indikator investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh sekitar 4,81 persen atau sumbangannya ke-dua terendah setelah belanja pemerintah yang tumbuh 2,71 persen.
Adapun pertumbuhan investasi, sambung Johnny, seharusnya memang bisa meningkat. Hal ini karena Indonesia punya sentimen positif dari peningkatan status kelayakan investasi dari lembaga pemeringkat, Standard and Poor's (S&P).
Sementara itu, terkait penerimaan negara yang diproyeksi bisa meningkat dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) minyak dan gas bumi (migas), Johnny menilai pemerintah tak bisa sepenuhnya mengandalkan sentimen tersebut apalagi sampai mengompensasi penerimaan pajak yang diperkirakan meleset. Sebab, harga minyak berfluktuasi.
Namun, Johnny beranggapan yang seharusnya diutamakan pemerintah adalah bagaimana menutup penerimaan negara dari pungutan pajak, yang tahun ini ditargetkan mencapai Rp1.498,9 triliun atau 85,63 persen dari total seluruh penerimaan negara sebesar Rp1.750,3 triliun.
Untuk mengejar target penerimaan pajak, Johnny kembali mengingatkan pemerintah terkait semangat reformasi perpajakan yang digaungkan pemerintah saat melaksanakan program pengampunan pajak atau tax amnesty, terutama reformasi basis data perpajakan dan kepatuhan membayar pajak masyarakat (tax ratio) di Tanah Air.
"Penerimaan pajak itu justru jangan menyusut karena habis tax amnesty, justru harus kerja habis-habisan karena (penerimaan dari migas) belum tentu sepenuhnya bisa mengompensasi," imbuh Johnny.
Sedangkan berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, dalam tiga bulan pertama 2017, penerimaan pajak baru mencapai Rp237,7 triliun atau 15,9 persen dari target. Sementara penerimaan negara secara keseluruhan sampai kuartal I 2017, baru mencapai 13,9 persen dari target.
Sebagai informasi, selain asumsi pertumbuhan ekonomi dan harga ICP, pemerintah belum memproyeksi lebih jauh terkait perubahan asumsi makro yang sudah tertuang di APBN 2017.