Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengaku tak takut terhadap imbas yang mungkin timbul dari kenaikan suku bunga Amerika Serikat
(Fed Fund Rate/FFR). Bank Sentral Amerika Serikat diperkirakan akan kembali mengerek suku bunga acuannya
(Fed Fund Rate/FFR) pada pertengahan Juni ini. Kenaikan bunga AS banyak diperkirakan akan berimbas pada pelemahan nilai tukar rupiah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah tidak takut akan imbas dari kenaikan FFR tersebut. Pasalnya, pemerintah terus berupaya menjaga perekonomian domestik agar kebal dari sentimen-sentimen negatif yang datang dari global, termasuk dari Negeri Paman Sam tersebut.
"Mestinya tidak perlu takut. Itu sudah sering naik, tidak perlu pusing. Yang penting ekonomi tetap jalan, neraca perdagangan baik, dan inflasi oke," kata Darmin di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (7/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khususnya untuk inflasi, Darmin mengaku, pemerintah terus berupaya agar lajunya tetap berada dalam rentang asumsi pemerintah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, inflasi ditargetkan berkisar antara 3 persen hingga 5 persen. Adapun saat ini, inflasi secara tahunan
(year-on-year/yoy) berada di angka 4,33 persen.
Adapun Darmin memperkirakan kurs rupiah sampai akhir tahun masih berada pada rentang yang diasumsikan pemerintah dalam APBN 2017, yaitu sebesar Rp13.300 sampai Rp13.600 per dolar AS. Namun, untuk tahun depan, pemerintah melalui asumsi makro yang tertuang dalam Rancangan APBN (R-APBN) 2018 memasang target kurs rupiah di kisaran Rp13.500 sampai Rp13.800 per dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan proyeksi kurs rupiah pada tahun depan tersebut telah mempertimbangkan dampak dari kenaikkan FFR dan perekonomian global di tahun depan yang diperkirakan penuh tantangan.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memproyeksi, kurs rupiah di tahun depan hanya melemah tipis dibandingkan tahun ini. Adapun proyeksi BI, kurs rupiah berada di rentang Rp13.400 sampai Rp13.700 per dolar AS.
Sebelumnya, sejumlah analis memperkirakan The Fed akan menaikkan FFR lantaran sentimen dari rilis data ketenagakerjaan AS yang menunjukkan penurunan pengangguran sekitar 4,3 persen.