Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah setiap tahunnya selalu dipusingkan dengan pengendalian inflasi, khususnya yang terkait dengan harga pangan. Namun, pada tahun lalu, pemerintah akhirnya berhasil mengendalikan inflasi pada kisaran 3,02 persen, dibawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 4 persen.
Tahun ini, peningkatan laju inflasi kembali membayangi, seiring kenaikan harga pangan, tarif listrik, serta kemungkinan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Bank Indonesia baru-baru ini memperkirakan inflasi pada sepanjang tahun ini akan berada dikisaran 4,36 persen atau diatas target inflasi dalam APBN 2017 sebesar 4 persen.
Pengendalian laju inflasi sendiri penting guna menjaga daya beli masyarakat. Disamping itu, terdapat keuntungan lainnya yang diperoleh jika tingkat inflasi suatu negara rendah dan stabil, yakni lebih murahnya bunga kredit yang dipinjamkan oleh perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Koordinator Bidang Darmin yakin angka inflasi yang rendah bisa mengerek turun suku bunga kredit perbankan. Maka dari itu, menurut dia, penting bagi pemerintah agar bisa mengendalikan inflasi sesuai dengan yang diasumsikan. Tahun ini, pemerintah menargetkan inflasi dalam APBN 2017 sebesar 4 persen.
Darmin menjelaskan, rendahnya suku bunga kredit diharapkan dapat memicu permintaan kredit dari masyarakat. Kondisi tersebut pun diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi.
"Jika inflasi kecil maka bunga deposito akan turun. Kalau sudah turun, maka bunga kredit akan lebih rendah," kata Darmin, Senin (12/6).
Darmin mengatakan, Indonesia memiliki karakteristik pengelolaan harga yang sama seperti Filipina. Filipina diketahui memiliki kondisi geografis yang serupa dengan Indonesia yakni berbentuk kepulauan. Namun, nyatanya, negara bekas jajahan Spanyol itu bisa mengendalikan laju inflasinya dengan sangat baik.
Saat ini, rata-rata tingkat inflasi negara tersebut berada di bawah 3 persen dengan rata-rata suku bunga kredit mencapai 5 hingga 7 persen. Adapun inflasi Indonesia, hampir selalu berada di atas 4 persen dengan rata-rata suku bunga kredit perbankan mencapai 11 hingga 12 persen.
"Dia juga kepulauan, dia juga punya sejarah inflasi yang juga tinggi," kata Darmin.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian Rata-rata suku bunga kredit |
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, tingkat inflasi yang rendah, menunjukkan terjadinya stabilitas harga yang dapat berimplikasi pada stabilnya daya beli masyarakat. Untuk itu, hal ini bisa mempengaruhi bank sentral dalam memutuskan kebijakan moneternya.
Tingginya inflasi menurut dia, juga bisa mendorong nasabah untuk meminta tingkat bunga deposito yang tinggi. Pasalnya, tingkat inflasi bisa dilihat sebagai "biaya" yang mengurangi imbal hasil deposito oleh nasabah. Tingginya bunga deposito mendorong peningkatan beban dana perbankan, sehingga bank pun mau tidak mau ikut mengerek tinggi tingkat bunga kredit.
Dengan terkendalinya inflasi, maka kebijakan moneter bank sentral cenderung akan mempertahankan suku bunga acuan. Bank sentral, bahkan berpotensi menurunkan suku bunga, meskipun ruangnya cukup terbatas.
Jika bank sentral memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan, maka hal ini akan langsung mempengaruhi suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Penurunan suku bunga PUAB pada umumnya direspon dengan penurunan suku bunga deposito yang selanjutnya akan mendorong juga penurunan suku bunga kredit.
"Pada umumnya negara dengan risiko inflasi yang tinggi, cenderung akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan untuk mengendalikan ekspektasi inflasi," ujar Josua.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian Rata-rata suku bunga deposito |
Namun, inflasi tak melulu menjadi takaran bagi bank dalam mematok bunga kredit. Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, suku bunga kredit di Indonesia sulit mengalami penurunan karena terdapat beberapa biaya yang harus ditanggung bank dalam menyalurkan kredit. Biaya tersebut antara lain, yakni biaya operasional
(overhead cost) dan premi risiko
(risk premium).“Risk premium ini masih tinggi disebabkan karena risiko kredit juga masih belum turun. Selain itu, overhead cost juga disumbangkan oleh geografi Indonesia yang berupa kepulauan,” ujar Tiko.
Berdasarkan data terbaru OJK, hingga kuartal pertama tahun ini, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perbankan di tanah air mencapai sekitar 80,15 persen. Rasio tersebut sudah turun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 82,96 persen.