Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati perubahan target indikator harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oils Price/ICP) menjadi US$45 sampai US$55 per barel di tahun depan.
Padahal sebelumnya, berdasarkan rapat kerja dengan Komisi XI DPR, target ICP sebesar US$45 sampai US$60 per barel, sesuai dengan proyeksi pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) 2018.
Sementara, berdasarkan rapat kerja dengan Komisi VII DPR, ICP ditargetkan pada rentang US$45 sampai US$50 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah tak keberatan bila target ICP tersebut diubah lebih rendah dari proyeksi awal. Sebab, sebagai usulan awal R-APBN 2018, rentang US$45 sampai US$55 per barel cukup ideal dan pemerintah fleksibel untuk mengubah target ini.
"Asumsi ini masih fleksibel, sambil melihat perkembangan (ekonomi) sampai Juli. Ini untuk R-APBN, nanti dalam rangka APBN, masih bisa diubah pertengahan Agustus," ujar Suahasil di Gedung DPR, Rabu (14/6).
Sementara, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja menilai, asumsi tersebut sah-sah saja.
 Ilustrasi kilang lepas pantai. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Namun sebagai kementerian teknis, ESDM menggunakan perhitungan yang lebih rinci dan sempit, sehingga rentang yang diharapkan sebenarnya berada pada US$45 sampai US$50 per barel.
"Karena sekarang (harga minyak) US$49,9 per barel pada Januari-Mei, artinya mendekati US$50 per barel. Tapi nanti masih bisa dievaluasi lagi finalnya," ucap Wirat, sapaan akrabnya.
Sedangkan, Wakil Ketua Banggar Said Abdullah melihat, usulan Banggar agar rentang asumsi ICP berada di kisaran US$45 sampai US$55 per barel memang telah memperhitungkan tren peningkatan harga minyak dunia saat ini, yang terdongkrak pemangkasan produksi minyak dari OPEC. Sehingga, diperkirakan di tahun depan, rentang tersebut lebih ideal.
Kemudian, selain asumsi ICP, untuk lfting minyak dan gas tetap merujuk pada asumsi awal pemerintah, yaitu lifting minyak sebesar 771 ribu sampai 815 ribu barel per hari (bph) dan lifitng gas 1,19 juta sampai 1,23 juta barel per hari setara minyak.
Sedangkan asumsi makro lainnya juga mengikuti kesepakatan akhir di Komisi XI, yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen sampai 5,6 persen, inflasi 2,5 persen sampai 4,5 persen atau 3,5 persen plus minus 1,0 persen.
Sementara suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan sebesar 4,8 persen sampai 5,6 persen, dan nilai tukar atau kurs rupiah di rentang Rp 13.300 sampai Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat (AS).
Kurs RupiahUntuk kurs rupiah, berdasarkan hasil rapat pemerintah dengan Komisi XI, disepakati perubahan rentang kurs rupiah dari asumsi awal dalam R-APBN 2018 sebesar Rp13.500 sampai Rp13.800 per dolar AS menjadi Rp13.300 sampai Rp13.500 per dolar AS.
Rentang tersebut masih lebih kuat dibandingkan proyeksi Bank Indonesia (BI) di kisaran Rp13.400 sampai Rp13.700 per dolar AS.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, perubahan tersebut melalui sejumlah pertimbangan, khususnya dampak perubahan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve. Namun, BI turut menyepakati kesepakatan tersebut.
"Kita harus tahu kebijakan The Fed bahwa mereka akan menaikkan suku bunga, dikembalikan ke level normal, biasanya sekitar 1,0 persen di atas inflasi," kata Mirza.
Adapun sebelumnya, BI memperkirakan rentang yang lebih lemah dibandingkan hasil kesepakatan lantaran perkembangan ekonomi yang masih menyisakan tantangan dan pergerakan harga komoditas yang belum stabil.