Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan dapat merampungkan regulasi terkait perizinan dan pengawasan layanan keuangan berbasis teknologi berjenis urun dana
(crowdfunding) pada tahun ini.
"
Crowdfunding sedang disiapkan tapi belum selesai, mudah-mudahan tahun ini selesai," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (16/6).
Menurut Muliaman, saat ini institusinya masih mengkaji pola aturan layanan keuangan tersebut bersama dengan sejumlah institusi lainnya, baik pemerintah, Bank Indonesia, maupun para pelaku industri Fintech. Jika aturan main tersebut rampung,
fintech berjenis
crowdfunding akan diminta mendaftarkan dirinya kepada OJK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun berdasarkan data Asosiasi Fintech Indonesia per Januari 2017, jumlah pelaku
start-up fintech domestik yang telah beroperasi secara aktif mencapai 165 perusahaan. Jumlah ini tercatat meningkat sekitar empat kali lipat dibandingkan jumlah
fintech pada kuartal IV 2014 yang hanya 40 perusahaan.
Dari total 165 perusahaan tersebut, Muliaman mengatakan, 46 persen diantaranya merupakan
fintech dengan jenis
peer to peer lending (P2P lending). Untuk itu, OJK telah terlebih dahulu menerbitkan aturan main
P2P lending melalui POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Langsung Berbasis Teknolgi Informasi (LPMLBTI).
Saat ini, menurut dia, hampir seluruh
fintech P2P lending telah mendaftarkan diri kepada OJK. Namun, hingga kini belum satu pun
fintech yang diberikan perizianan resmi. Pasalnya, OJK perlu lebih dulu melihat pengembangan fintech dalam kurun waktu satu tahun.
"Yang dapat izin nanti mereka diberi waktu satu tahun untuk dites apakah bisnis modelnya bisa jalan atau tidak, itu yang disebut
sandbox system. Kalau jalan, baru kami kasih izin," kata Muliaman.
Di sisi lain, untuk menunjang pengembang dan pengawasan
fintech, OJK mengaku telah membentuk dua unit khusus di dalam struktur OJK untuk menangani
fintech. Dua unit tersebut, yakni pengembangan inovasi keuangan berupa hub
fintech, serta unit perizinan, pengaturan, dan pengawasan fintech.
Melalui unit hub
fintech, menurut Muliaman, OJK berusaha menampung seluruh saran pengembangan, termasuk dari para pakar forum fintech untuk memberikan inovasi pada regulasi fintech. "Unit yang kedua, jadi kalau ada fintech yang mau daftar, itu harus ada yang mengurus di OJK. Tapi ini sudah dibuat, orangnya (deputi) pun sudah (ditunjuk)," imbuh Muliaman.