Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia optimis paket kebijakan ekonomi XV yang ditelurkan pemerintah tentang pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik dapat berdampak positif pada neraca transaksi berjalan
(Current Account Deficit/CAD)."Sebetulnya, salah satu tantangan dari Indonesia itu adalah transaksi berjalan, karena sejak tahun 2012 sampai sekarang, neraca transaksi berjalan kita itu defisit," tutur Gubernur BI Agus DW Martowardojo di kompleks BI, Jumat (16/6).
Agus menjelaskan, meskipun defisit, neraca transaksi berjalan Indonesia masih dalam kondisi baik. Berdasarkan data BI, per kuartal I 2017, CAD Indonesia tercatat sebesar US$2,4 miliar atau 1 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut meningkat dari US$2,1 miliar atau 0,9 persen terhadap PDB pada Kuartal IV 2016, tetapi jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan defisit pada periode yang sama tahun lalu, US$4,7 miliar atau 2,1 persen terhadap PDB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus mengungkapkan, meskipun saat ini neraca transaksi berjalan telah membaik akibat surplus neraca perdagangan, Indonesia masih memiliki masalah struktural pada neraca jasa yang masih tercatat defisit.
Salah satu penyebabnya adalah sektor transportasi yang di dalamnya terkandung biaya jasa angkut ekspor dan impor oleh kapal asing. Saat ini, sekitar 80-90 persen pengangkutan barang dari Indonesia ke luar negeri menggunakan kapal asing.
"Kami tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa kami anti asing, bukan, tetapi kita harus memperbaiki. Kita tidak bisa membiarkan ekspor yang dilakukan oleh Indonesia semuanya menggunakan jasa transportasi yang tidak dimiliki oleh Indonesia," ujarnya.
Berdasarkan data BI, per kuartal I 2017, neraca jasa Indonesia tercatat defisit US$1,3 miliar, mengecil dibandingkan kuartal sebelumnya, US$2 miliar. Salah satu penyebab turunnya defisit itu adalah turunnya biaya pengakutan kapal dari US$1,64 miliar menjadi menjadi US$1,58 miliar seiring penurunan impor.
Dengan meningkatnya daya saing penyedia jasa logistik, maka pengangkutan barang bisa dilakukan oleh kapal domestik. Artinya, penerimaan atas jasa logistik tersebut akan berdampak positif pada neraca jasa.
Selain itu, kebijakan pemerintah juga baik untuk pengembangan industri keuangan, misalnya asuransi. Sebagai catatan, dalam paket kebijakan XV, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk ekspor barang tertentu. Hal itu dilakukan dengan mewajibkan angkutan dan asuransi barang ekspor (batubara dan CPO) dan impor (beras) serta komoditi lain yang ditetapkan pemerintah, untuk menggunakan perusahaan pelayaran dan asuransi nasional.
"Reformasi struktural ini diupayakan supaya neraca transaksi berjalan kita lebih sehat lagi dan bisa-bisa kembali surplus," jelasnya.
Sebagai informasi, paket kebijakan XV menyasar perusahaan pelayaran nasional untuk bisa melayani angkutan ekspor impor sekitar US$ 600 juta per tahun dan investasi perkapalan sekitar 70-100 unit kapal baru senilai US$700 juta.
Arahan kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan premi asuransi angkutan hingga 2 persen dan peningkatkan pinjaman perbankan dalam negeri sebesar US$560 juta untuk sektor tersebut.
Pemerintah juga menyasar terbukanya kesempatan kerja baru kepada sebanyak 2.000 pelaut. Selain itu, pemerintah juga ingin meningkatkan daya saing galangan kapal dalam negeri dengan memberikan insentif 0 persen Bea Masuk impor 115 jenis suku cadang dan komponen kapal laut.