Credit Suisse: Kepercayaan Konsumen Indonesia Salip China

CNN Indonesia
Jumat, 16 Jun 2017 15:30 WIB
Emerging Consumer Survey Credit Suisse mencatat dengan nilai rata-rata 49 persen, Indonesia mencatatkan kenaikan secara tahunan dari level 39 persen.
Emerging Consumer Survey Credit Suisse mencatat dengan nilai rata-rata 49 persen, Indonesia mencatatkan kenaikan secara tahunan dari level 39 persen. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Survei Credit Suisse menyatakan tingkat kepercayaan konsumen di Indonesia melonjak signifikan. Bahkan, posisi Indonesia pada tahun ini berhasil menduduki peringkat ke-2 di bawah India, dan mengungguli China.

Emerging Consumer Survey Credit Suisse mencatat sejumlah negara berkembang terbesar telah meningkat dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan prospek ekonomi global yang lebih cerah, meningkatnya pasar modal domestik dan menurunnya tekanan di negara-negara yang sensitif terhadap harga komoditas.

Negara-negara berkembang di Asia, yaitu India, Indonesia dan China, menunjukkan tingkat kepercayaan konsumen tertinggi. Indonesia bergerak menuju posisi kedua dalam Kartu Skor Kepercayaan Konsumen Credit Suisse, mengungguli China, menunjukkan momentum pendapatan terbaik di antara negara-negara yang disurvei.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan nilai rata-rata 49 persen, Indonesia mencatatkan kenaikan secara tahunan dari 39 persen. Kartu skor Credit Suisse Emerging Consumer mengukur sentimen konsumen dengan mengacu kepada ekspektasi jangka menengah seputar lima faktor: keuangan pribadi, inflasi, tren pendapatan rumah tangga, keinginan untuk belanja, dan riwayat pendapatan.

Di tahun ketujuhnya, survei tersebut menyajikan analisis granular berdasarkan profil, suasana hati dan perilaku konsumen di delapan negara berkembang terbesar yaitu Brazil, China, India, Indonesia, Meksiko, Rusia, Afrika Selatan, dan Turki.

Negara-negara ini, memiliki total populasi yang mencapai 4 miliar orang dan total konsumsi tahunan senilai US$9,4 triliun, yang berarti analisis dari kebiasaan konsumsi di negara-negara ini dapat menghasilkan pola-pola investasi yang berharga.

Walaupun tingkat kepercayaan konsumen di kedelapan negara tersebut meningkat, berdasarkan laporan ini, terdapat perbedaan yang tajam di antara para konsumen paling optimistik yang tinggal di negara-negara Asia dengan konsumen yang berada Turki dan Meksiko di mana faktor-faktor geopolitik telah menyebabkan merosotnya kepercayaan.

Sebagai contoh, lebih dari 40 persen konsumen di Asia optimistis bahwa kondisi keuangan mereka akan meningkat dalam enam bulan ke depan, sementara posisi Turki saat ini berada di minus 2 persen dan Mexico di 13 persen.

Ketua Credit Suisse Research Institute Urs Rohner mengatakan survei kali ini menganalisis kemungkinan pertumbuhan saat ini dan budaya konsumsi baru di negara berkembang. Tahun ini, ia mengamati perubahan pola dalam perilaku konsumsi dari kelas menengah.

“Kami juga menemukan peningkatan jumlah konsumen yang semakin sadar di negara-negara berkembang. Bisnis-bisnis cerdas akan mengambil keuntungan dari perkembangan ini,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (16/6).

“Teknologi digital terus menjadi fasilitator dari berubahnya perilaku konsumen. Dengan lebih dari satu miliar konsumen baru di negara-negara yang termasuk dalam survei ini, potensi tersebut terbilang signifikan.”

Richard Kersley, Head of Global Equity Research Product and Thematic Research Credit Suisse mengatakan analisis survei menunjukkan bahwa 10 persen dari rumah tangga dalam survei ini telah berhasil memasuki golongan berpendapatan menengah dalam tiga tahun terakhir.

“Hal ini menciptakan basis konsumen sebanyak 1,25 triliun orang di delapan negara yang termasuk dalam survey ini, mengkonfirmasi pentingnya konsumen di negara berkembang dan kesempatan yang terus tumbuh bagi investor,” jelasnya.

Jahanzeb Naseer, Head of Research for Indonesia di Credit Suisse meyakini bahwa pertumbuhan konsumsi Indonesia telah siap untuk menanjak kembali setelah bertahan stagnan selama hampir enam kuartal terakhir.

“Penyebab dari perbaikan yang lemah pada konsumsi di Indonesia adalah belanja pemerintah yang negatif sepanjang tiga kuartal terakhir dan peningkatan tagihan utilitas bagi konsumen segmen bawah,” katanya.

“Namun, dengan meningkatnya pendapatan negara akhir-akhir ini dan peningkatan tajam pada pendapatan bukan pajak, yang didorong oleh penguatan harga batu bara dan minyak bumi, kami yakin kemampuan dan kemauan pemerintah untuk berbelanja akan meningkat di semester kedua 2017.”
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER