Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai, penutupan gerai 7-Eleven di Indonesia harus disikapi pemerintah dengan perubahan kebijakan. Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan baru terkait pembukaan gerai ritel berjenis
convinience store.Ketua Aprindo Roy Mandey mengatakan, beberapa kebijakan pemerintah sudah alot dan tak sesuai dengan perkembangan zaman. Padahal, setiap harinya, para pelaku industri ritel selalu siap untuk mengembangkan pola bisnisnya sesuai dengan perkembangan kebutuhan konsumen.
"Ini (7-Eleven tutup) akibat peraturan pemerintah yang belum direvisi sesuai dengan perkembangan zaman. Ini yang namanya ketidaksesuaian antara aturan dengan kenyataan yang terjadi," ucap Roy kepada CNNIndonesia.com, dikutip Rabu (28/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaca dari pengalaman pahit 7-Eleven, Roy melihat setidaknya ada dua izin yang harus diperbaharui oleh pemerintah. Pertama, terkait izin mendirikan gerai ritel. Dengan adanya jenis baru, yakni
convenience store, pemerintah diharapkan bisa meneluarkan aturan main yang berbeda dari sebelumnya.
Status izin gerai
convenience store, menurut dia, perlu diperjelas, baik dari sisi perpajakan, izin ekspansi, maupun produk yang dijual sehingga tak lagi terjadi tumpang tindih aturan pada industri tersebut.
Roy melihat, pola bisnis
convenience store sebenarnya merupakan terobosan yang dibuat terkenal oleh 7-Eleven. Terobosan ini menunjukkan kemampuan 7-Eleven dalam membaca kebutuhan konsumen saat ini yang membutuhkan tempat menongkrong dengan harga yang terjangkau. Sayangnya, belum ada penyesuaian dari sisi regulasi.
Kedua, terkait izin penjualan minuman beralkohol (minol) di minimarket. Menurut Roy, pelaku ritel memang setuju bila pemerintah ingin agar pengawasan terhadap peredaran minol diperketat. Namun, bukan berarti melarang penjualannya di miminarket dan convinience store, seperti yang saat ini tertuang di Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
"Sebenarnya yang diharapkan dari para minimarket dan
convenience store, bukan pelarang tapi pengawasan peredaran. Misalnya, untuk usia sekian tidak diperbolehkan, di negara lain juga begitu," kata Roy.
Roy mengaku, kebijakan larangan penjualan minol turut menggerus penjualan minimarket, kendati dampaknya berbeda-beda pada tiap minimarket. Padahal, hasil penjualan minol pada akhirnya juga akan masuk melalui penerimaan cukai. Dengan demikian, regulasi yang dikeluarkan pemerintah diharapkan lebih seimbang dan tak merontokkan industri ritel.
Industri ritel sendiri menurut dia, tengah terpuruk sejak awal tahun ini. Pertumbuhan bisnis ritel menurut dia, melambat dibandingkan tahun lalu seiring daya beli masyarakat yang menipis. Kondisi ini diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah untuk menyesuaikan kebijakannya.