Jakarta, CNN Indonesia -- Pertumbuhan bisnis ritel diperkirakan akan membaik pada semester kedua tahun ini dikisaran 4 persen. Perbaikan tersebut diharapkan akan terdorong seiring dengan kebijakan pemeritah yang menahan sejumlah harga energi dan diharapkan mendorong daya beli masyarakat.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai lesunya industri ritel disebabkan oleh melemahnya daya beli yang terlihat dari kecenderungan masyarakat untuk menahan konsumsinya. Adapun Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, pada semester pertama tahun ini, pertumbuhan bisnis ritel akan berada dikisaran 3,8 persen.
Lemahnya daya beli masyarakat pada semester I lalu, menurut Bhima, dipengaruhi oleh laju inflasi yang tinggi sejak awal tahun akibat adanya penyesuaian Tarif Dasar Listrik (TDL). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Januari-Mei 2017 secara tahun kalender
(year-to-date/ytd) sebesar 1,67 persen dan secara bulanan
(year-on-year/yoy) telah mencapai 4,33 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Bima memproyeksi laju inflasi akan mulai menurun pada semester kedua tahun ini. Hal ini seiring adanya kepastian pemerintah tidak adanya kenaikan tarif listrik hingga Desember 2017, serta harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas 3 kg hingga September 2017. Dengan inflasi yang cukup terjaga, dia pun memperkirakan daya beli masyarakat untuk sektor ritel akan terdongkrak.
"Jadi, semester II nanti, harga yang diatur pemerintah tidak naik dan inflasi sampai akhir tahun diprediksi di kisaran 4,5 persen. Dari sini, saya masih optimis, pertumbuhan ritel sampai akhir tahun 8,5 persen sampai 10 persen masih tercapai (yoy)," kata Bhima kepada CNNIndonesia.com, Kamis (29/6).
Selain itu, harapan peningkatan daya beli masyarakat, diperkirakan Bhima juga berasal dari peningkatan harga komoditas. "Pendapatan masyarakat di sektor komoditas, seperti kelapa sawit dan batu bara perlahan mulai pulih, setidaknya lebih baik dari 2016 kemarin," kata Bhima.
Pada pertengahan Juni lalu, pergerakan harga batu bara di bursa komoditas Rotterdam mulai pulih, dan tercatat menguat sekitar 0,45 persen ke posisi US$77,4 per metrik ton untuk pengiriman Agustus 2017. Sedangkan, untuk komoditas sawit, perbaikan harga mulai terjadi sejak Mei lalu karena adanya peningkatan permintaan pada bulan ramadan.
Tercatat, sejak awal ramadan, harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di pusat perkebunan Riau mengalami kenaikan mencapai Rp2 ribu per kilogram (kg). Imbasnya, harga jual minyak sawit mentah
(Crude Palm Oils/CPO) dan minyak kernel berhasil mengalami kenaikan rata-rata sebesar Rp42,87 per kg.