Sri Mulyani Klaim Juni Puncak Inflasi Setahun

CNN Indonesia
Selasa, 04 Jul 2017 09:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, dari sisi permintaan, terdapat momen Lebaran, liburan dan tahun ajaran baru sekolah di pertengahan tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, dari sisi permintaan, terdapat momen Lebaran, liburan dan tahun ajaran baru sekolah di pertengahan tahun ini. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan laju inflasi selama enam bulan ke depan akan 'adem ayem' alias tak mengalami inflasi tinggi. Pasalnya, sejumlah tantangan telah dihadapi pemerintah pada enam bulan pertama di tahun ini.

Ia menjelaskan, proyeksi tak adanya puncak inflasi di semester II 2017 berasal dari perhitungannya terhadap dua sisi, yaitu permintaan (demand) dan penawaran (supply).

Dari sisi permintaan, Sri Mulyani melihat, seharusnya tak ada kekhawatiran munculnya sentimen-sentimen baru yang mampu membengkakkan inflasi. Sebab, seluruh sentimen tersebut telah keluar pada semester I ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari sisi permintaan, puncaknya terjadi di pertengahan tahun ini karena kita punya lebaran, liburan, dan mau masuk tahun ajaran baru sekolah, sehingga yang paling puncaknya di sini (hingga Juni lalu)," ucap Sri Mulyani di kantornya, Senin (3/7).

Selain itu, sisi permintaan, sambung Sri Mulyani, tak mengkhawatirkan lantaran ada penunjang permintaan dari sisi penawaran atau ketersediaan pasokan yang mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Sebab, puncak panen pangan yang identik dengan melimpahnya pasokan, sudah terjadi di bulan Maret-April 2017 dan pergeseran musim hujan hingga Juni-Juli 2017.

Sementara, dari sisi penawaran yang identik dengan pengeluaran, menurutnya juga tak mengkhawatirkan di semester II mendatang. Pasalnya, alokasi pengeluaran besar masyarakat yang pada semester I lalu banyak mengalir untuk menutup kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, tak akan membayangi pengeluaran pemerintah di enam bulan ke depan.

Hal ini, tak lain karena pemerintah telah mengambil sikap untuk menahan Tarif Dasar Listrik (TDL) hingga penghujung tahun dan tak menaikkan harga BBM serta gas elpiji tiga kilogram hingga September mendatang.

"Kami harap, tekanan dari sisi pengeluaran akan berkurang dan tekanan dari sisi permintaan, juga berkurang, sehingga pada semester II, outlook inflasi jadi relatif lebih baik," imbuh mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Kendati begitu, Sri Mulyani masih perlu mempertimbangkan laju inflasi dari sisi perkembangan harga komoditas, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), stabilitas ekonomi domestik dan global, tingkat investasi di Indonesia, dan memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi di semester II mendatang. Selain itu, bendahara negara itu juga perlu melihat langkah-langkah penjagaan inflasi inti yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).

Adapun untuk Juni 2017, laju inflasi sebesar 0,69 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) atau lebih tinggi dibandingkan inflasi Mei lalu sebesar 0,39 persen dan inflasi Juni 2016 sebesar 0,66 persen.

Kendati begitu, secara kumulatif pada bulan ramadan dan lebaran, laju inflasi Mei-Juni 2017 merupakan laju inflasi yang terenda dalam tiga tahun belakangan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kumulatif inflasi Mei-Juni 2017 sebesar 1,08 persen. Sedangkan, pada ramadan tahun lalu yang jatuh pada Juni-Juli 2016, kumulatif inflasi sebesar 1,35 persen.

Lalu, kumulatif inflasi ramadan 2015 pada Juni-Juli sebesar 1,47 persen, dan kumulatif inflasi 2014 sebesar 1,36 persen.

Sedangkan dengan inflasi Juni, secara tahun kalender (year-to-date/ytd) inflasi sebesar 2,38 persen dan secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 4,37 persen.

Sementara, pemerintah menargetkan inflasi tahunan sampai akhir tahun ini sebesar 4,0 persen, sehingga laju inflasi tahuan sampai Juni ini, masih di atas target pemerintah.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER