Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyiapkan dua proyeksi defisit anggaran pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (R-APBNP) 2017, yaitu sebesar 2,67 persen dan 2,92 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau meningkat dibandingkan target defisit di APBN 2017 sebesar 2,41 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah menyiapkan dua proyeksi ini lantaran mempertimbangkan potensi realisasi penyerapan dan penggunaan anggaran belanja bagi Kementerian/Lembaga (K/L) dan non K/L serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
"Dengan memperhatikan proyeksi penerimaan dan belanja negara dalam R-APBNP, defisit anggaran diperkirakan 2,92 persen terhadap PDB. Namun, dengan adanya penghematan alamiah dalam belanja K/L maka defisit
outlook-nya sebesar 2,67 persen," ucap Darmin saat menyampaikan R-APBNP 2017 kepada Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR), Kamis (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darmin menjelaskan, penghematan alamiah ini berasal dari perkiraan pemerintah bahwa penyerapan anggaran belanja negara tak akan 100 persen hingga penghujung tahun.
"Kami yakin, realisasinya bukan 100 persen anggaran itu, hanya antara 96 persen sampai 97 persen. Ini dari pengalaman selama ini," kata Darmin.
Untuk proyeksi defisit sebesar 2,67 persen, pemerintah memperkirakan, defisit bisa tak begitu lebar dari target awal 2,41 persen bila realisasi belanja pemerintah pusat hanya mencapai Rp1.327,7 triliun.
Proyeksi belanja pemerintah pusat tersebut berasal dari proyeksi belanja K/L sebesar Rp743,7 triliun dan belanja non K/L sebesar Rp584 triliun.
Selain itu, proyeksi belanja untuk defisit 2,6 persen juga berlaku bila anggaran TKDD hanya sebesar Rp749,3 triliun, yang berasal dari transfer ke daerah sebesar Rp691,1 triliun dan dana desa sebesar Rp58,2 triliun atau tak terserap semua dari pagu awal.
 (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani) |
Karena itu, sisa defisit anggaran hanya sebesar Rp362,9 triliun, setelah dikurangi proyeksi penerimaan negara mencapai Rp1.714,1 triliun.
Sedangkan untuk proyeksi defisit sebesar 2,92 persen, bisa terjadi bila proyeksi membengkaknya anggaran bagi K/L, non K/L, dan TKDD benar terjadi hingga akhir tahun.
Defisit akan kian lebar dari target di APBN 2017 bila belanja pemerintah mencapai Rp1.351,6 triliun, yang berasal dari belanja K/L Rp773,1 triliun dan belanja non K/L Rp578,5 triliun.
Lalu, proyeksi belanja TKDD mencapai Rp759,8 triliun yang berasal dari transfer ke daerah Rp699,8 triliun dan dana desa seperti target awal Rp60 triliun. Sehingga defisit anggaran membengkak mencapai Rp397,2 triliun.
Lampu KuningKendati menyiapkan dua proyeksi defisit anggaran, sesungguhnya masih ada lampu kuning bagi pemerintah apabila sejumlah target indikator tak tercapai.
Lampu kuning itu adalah apabila realisasi penyerapan penerimaan tak maksimal dari yang ditargetkan mencapai Rp1.714,1 triliun, yaitu yang berasal dari penerimaan perpajakan Rp1.450,9 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp260,1 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp3,1 triliun.
Pasalnya, bersamaan dengan perubahan target penerimaann dalam R-APBNP 2017 ini, sebenarnya pemerintah memang sudah menemukan potensi melesetnya penerimaan negara dari pajak (
shortfall) sebesar Rp50 triliun, namun masih ada celah bila penerimaan ini kembali meleset di akhir tahun.
"Pemerintah akan berusaha secara optimal memenuhi target pendapatan negara. Tapi proyeksi penerimaan ini merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan target penerimaann negara yang lebih realistis," pungkas Darmin.
Sementara bila defisit anggaran mencapai 2,92 persen, pemerintah memproyeksi perlu menutupnya dengan menambah kas negara dari sumber pembiayaan tambahan, yaitu penerbitan utang atau Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp461,34 triliun. Sedangkan bila defisit hanya sebesar 2,67 persen, setidaknya pemerintah memproyeksi membutuhkan pembiayaan dari utang mencapai Rp427 triliun.