Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak meningkat pada hari Senin (10/7) waktu Amerika Serikat. Namun, ketidakpastian soal produksi Libya dan Nigeria dan meningkatnya aktivitas pengeboran minyak AS membuat perkiraan suplai di masa depan jadi tak tentu.
Dikutip dari
Reuters, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat US$0,17 ke angka US$44,4 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent juga meningkat US$0,17 ke angka US$46,88 per barel.
Meski harga minyak menguat, pelaku pasar masih bertanya-tanya dengan prediksi suplai di masa depan. Salah satu indikasinya adalah kegagalan organisasi negara-negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) untuk mengurangi persediaan minyak meski kumpulan kartel itu setuju untuk melanjutkan pembatasan produksi hingga Maret 2018 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, rencananya beberapa negara OPEC akan bertemu dengan anggota non-OPEC, Rusia tanggal 24 Juli mendatang di Saint Petersburg demi membicarakan kondisi pasar minyak saat ini.
Pemerintah Kuwait menyatakan, Nigeria dan Libya juga diundang ke dalam pertemuan tersebut dan produksinya juga bisa dipotong lebih cepat dibanding bulan November mendatang.
Sayang, Menteri Perminyakan Nigeria tidak bisa hadir karena ada janji lain. Sementara itu, Libya mengatakan siap untuk melakukan pertemuan, tapi pemangkasan produksi itu juga harus mempertimbangkan situasi sosial, ekonomi, dan politik di negara Afrika tersebut.
Di sisi lain, data menunjukkan bahwa produksi minyak AS terus bertambah. Perusahaan jasa energi Baker Hughes mengatakan, produsen minyak AS menambah tujuh pengeboran pada pekan lalu ke angka 763 pengeboran.
Akibatnya, beberapa bank dan analis memangkas prediksi harga minyak di masa mendatang. BNP Paribas, contohnya, telah menurunkan ekspektasi harga minyak WTI dari US$57 per barel ke US$49 per barel dan Brent dari US$60 per barel ke angka US$51 per barel.
Tetapi, pada hari Senin, Chief Executive Officer Saudi Aramco Amin Nasser mengatakan bahwa saat ini dunia tengah menuju kekurangan suplai minyak.
"Jumlah minyak konvensional yang ditemukan di seluruh dunia selama empat tahun terakhir setengah kali lebih rendah dibanding empat tahun sebelumnya," tuturnya.