Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Presiden Jokowi menghadapi pelbagai tantangan, salah satunya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Banyak upaya dilakukan pemerintah untuk melakukan hal itu, di antaranya menggenjot pajak dan membangun infrastruktur. CNNIndonesia.com berkesempatan mewawancarai sang Kepala Negara untuk mengetahui sejauh mana pencapaian target tersebut hingga kini. Berikut petikannya.
T: Bagaimana mencapai target pertumbuhan 7 persen dengan kondisi saat ini? J: Kondisi ketidakpastian ekonomi dunia, ekonomi global, yang memang sulit dihitung, sulit dikalkulasi, kita memperkirakan sudah baik kita tidak turun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kita ingat dulu krisis di Yunani, kemudian anjloknya pertumbuhan ekonomi China, kemudian The Fed (bank sentral Amerika Serikat) menaikkan suku bunga, kemudian Brexit (keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa). Kondisi-kondisi seperti itu yang sulit diprediksi.
Sekarang, ada Qatar apakah berimbas pada sisi ekonomi global. Kemudian, kebijakan-kebijakan ekonomi AS yang baru yang kita sulit melihat arahnya kemana.
 Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tingkat tinggi KTT G20 di Hamburg, Jerman. (REUTERS/John MACDOUGALL). |
Sehingga, menurut saya, dengan angka pertumbuhan 5,02 persen (2016) ini menjadi tiket masuk tiga besar G20, ini patut disyukuri. Di antara negara-negara G20 itu kita masuk tiga besar.
Kemudian, menurut saya, kita harus melihat keberhasilan kita melaksanakan amnesti pajak. Itu juga bukan angka yang kecil, Rp3.855 triliun yang bisa dimasukkan dalam buku pajak kita. Kemudian juga, layak investasi yang diberikan Fitch Rating, Moody's, S&P.
Saya kira, itu juga merupakan hal yang menurut saya mempunyai nilai yang besar dan artinya kita melihat jangka menengah dan jangka panjang.
Investment grade artinya apa sih? Artinya kita dipercaya oleh internasional mampu mengelola perekonomian kita, mampu mengelola fiskal kita, moneter kita. Artinya ke sana. Jangan dianggap enteng.
Dan, dengan dapatnya
investment grade, arus uang masuk ke Indonesia pasti akan lebih besar karena kepercayaan itu. Arus modal pasti akan lebih besar, arus investasi pasti juga akan lebih besar. Itulah gunanya
investment grade.
Kemudian juga, kalau kita, ini kan kita sudah punya pinjaman di luar, karena dipercaya mampu mengelola ekonomi, bunganya jadi lebih menurun. Saya kira, momentum seperti ini harus disampaikan kepada publik. Ini ada momentum, kepercayaan.
Kita harus, sekali lagi, optimis, membangun optimisme bahwa masih ada yang harus kita benahi ya harus cepat-cepat kita bangun. Karena sekarang ini negara yang cepat pasti mengalahkan negara yang lambat.
 Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana saat menghadiri pertemuan puncak KTT G20 di Hamburg, Jerman. (REUTERS/Wolfgang Rattay). |
T: Apakah kebijakan pajak kali ini mengincar UKM dan kelas menengah?J: Bukan mengincar. Tetapi, mengajak. Karena apa pun, ke depan, kepatuhan terhadap membayar pajak itu harus. Di semua negara itu harus. Kita tax ratio kan rendah sekali. Kalau yang kecil ya kan pajaknya kecil, yang besar ya besar. Tetapi, semua harus taat, patuh, sebagai warga negara yang baik.
T: Artinya, selama ini bapak melihat kebanyakan pajak dari kalangan menengah ke atas?J: Ya sudah campur semua, semua ada. Atas, tengah, bawah tetap kita ajak patuh bayar pajak. Kalau yang kecil-kecil ini mungkin merasa belum, karena kita harus mengerti ya patokan kita 4,5 juta yang tidak bayar pajak, kecil-kecil memang belum bisa dikenai pajak mungkin karena pendapatan bulanannya masih kurang.
T: Apa yang harus dibenahi untuk mempertahankan kepercayaan luar negeri?J: Kecepatan perizinan. Kecepatan perizinan, baik di pusat maupun di daerah. Ini harus dibenahi betul. Oleh sebab itu kenapa kita obrak-abrik untuk mencapai
ease of doing bussines (kemudahan berbinis) secepat-cepatnya.
Yang kedua, infrastruktur. Harus pararel. Kalau pelayanannya cepat, tetapi tidak ada infrastrukturnya, siapa yang mau investasi? Karena, investasi itu akan memperbesar peredaran uang beredar di negara kita. Lalu, bisa membuka lapangan pekerjaan yang banyak dan memberikan pendapatan berupa pajak kepada negara.
Yang ketiga, selanjutnya, pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Vocational training dan
vocational school, kalau kita mau memenangkan persaingan ini dan kita memang mau memenangkan persaingan itu.
 Presiden Joko Widodo bersama Presiden AS Donald Trump dalam pertemuan puncak KTT G20. Kedua Kepala Negara membahas peningkatan kerja sama ekonomi dan pemberantasan terorisme. (REUTERS/Ludovic Marin). |
T: Apakah pemangkasan belanja turut memperlambat pertumbuhan ekonomi? J: Kita ini mau apa sebetulnya? Kita kan maunya mendapat kepercayaan. Jadi, dalam mengelola fiskal ya kita harus berorientasi pada kualitas belanja pemerintah, kualitas APBN kita, APBN yang kredibel. Yang harus kita arahkan kesitu. Karena, yang mau kita ambil
trust-nya (kepercayaan).
T: Tetap percaya pertumbuhan ekonomi akan tetap tercapai walaupun belanja pemerintah dipangkas? J: Ya tahun kemarin juga dipangkas. Hahaa. Biasa, tiap tahun pasti ada yang dipangkas kalau kita lihat ada yang tidak efektif atau terlalu boros ya potong. Dulu, perjalanan dinas potong, teriak semua, tetapi nyatanya berjalan kok.
T: Nah, kalau anggaran infrastruktur bagaimana pendanaan infrastruktur lewat BUMN? J: Oleh sebab itu, semuanya harus memutar kreativitasnya. APBN kita hanya mampu kira-kira 30 persen dari Rp4.900 triliun cuma bisa menyediakan Rp1.500 triliun dalam lima tahun. Sisanya dari mana, BUMN dan swasta.
BUMN ini juga jangan monoton. Kalau ada PMN baru bisa ngerjain. Kan ada obligasi, sekuritisasi, kemitraan. Banyak banget. Ini yang tidak pernah diolah dari dulu. Kalau enggak gitu nggak akan mencapai.
Kemudian, swastanya diberikan peluang yang besar. Kecepatan perizinan mendorong swasta berinvestasi. Tidak hanya di Jawa saja, tetapi juga diatur ke daerah-daerah, terutama wilayah timur, agar ada keseimbangan ekonomi.
Saya kira, kita harus optimis bahwa apa yang sudah direncanakan betul-betul bisa diimplementasikan.
Itulah, perlunya saya ke lapangan. Kita kontrol, kita cek, kita awasi. Targetnya mencapai ndak, kalau ada masalah, masalahnya apa? Semakin sering ke lapangan semakin ngerti masalah-masalah itu. Kalau ndak, tahu-tahu berhenti, diam, ada yang melapor.
T: Tapi kan bapak punya menteri yang melakukan hal itu? J: Ya menteri pun harus kontrol. Menteri kontrol dirjen. Dirjen kontrol direktur. Kalau saya datang ke proyek sekali, menteri mesti datang dua kali. Kalau saya datang 10 kali, menteri mesti datang 20 kali. Bawahnya mesti. Itu sudah saya laksanakan sejak walikota, gubernur. Harus seperti itu.
Itu yang namanya manajemen disitu. Harus kontrol. Saya cek, cek, cek, cek, cek lagi.
T: Bagaimana mencegah proyek mangkrak? J: Agar setiap masalah dapat dicarikan jalan keluarnya. Kenyataannya sudah berhenti 10 tahun, 20 tahun, 26 tahun, ada itu yang lapor. Masalah kecil-kecil seperti itu. Kalau saya ke lapangan pasti saya tanya, progressnya berapa persen, mesti seperti itu, sederhana saja. Selesainya masih tahun 2018, apakah mundur. Bertanyanya begitu-begitu saja.
T: Apa yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi?J: Semuanya. Kita dorong semua
T: Sektor riil?J: Menurut saya masih di industri jasa, pertanian, dan konstruksi. Itu tiga besar yang menyumbang pertumbuhan ekonomi. Pertanian, termasuk di dalamnya sawit, perkebunan.
T: Tapi resolusi sawit bagaimana pak?J: Ya itu sangat bergantung pasar. Sampai detik ini, kan masih bicara parlemen. Oleh sebab itu, kenapa kemarin kita ketemu dengan negara-negara Eropa, kita menjelaskan bahwa sawit ini jangan kalian lihat milik orang gede saja, 4,5 juta itu petani pemiliknya. Kita jelaskan seperti itu.