Semester I, Penjualan Emiten Properti Masih Lesu

Dinda Audriene Muthmainah | CNN Indonesia
Selasa, 18 Jul 2017 11:01 WIB
Kondisi ini terlihat dari perolehan pra penjualan (marketing sales) perusahaan properti yang rata-rata belum mencapai separuh dari target tahun ini.
Masyarakat dinilai masih menahan investasi pada sektor properti hingga kondisi politik dalam negeri stabil. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penjualan industri properti di tanah air pada semester pertama tahun ini tercatat masih lesu. Kondisi tersebut terlihat dari perolehan pra penjualan (marketing sales) perusahaan properti yang rata-rata belum mencapai separuh dari target yang ditentukan perusahaan.

PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) misalnya, mencatat raihan marketing sales hingga akhir Juni 2017 mencapai Rp1,4 triliun. Angka itu setara dengan 31,11 persen dari target perusahaan pada akhir tahun sebesar Rp4,5 triliun.

Presiden Direktur Summarecon Agung Adrianto Adhi mengatakan, investasi properti tidak lepas dari kondisi politik yang tengah terjadi. Dia pun berharap politik dalam negeri bisa lebih stabil pada semester II. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masyarakat perlu lebih dewasa dalam mempersepsikan situasi politik, harusnya bisnis tetap berjalan dengan baik," ungkap Adrianto kepada CNNIndonesia.com, dikutip Selasa (18/7).

Kemudian, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) membukukan marketing sales sebesar Rp2,95 triliun atau 34,11 persen dari target Rp8,5 triliun. 

"Kalau target (marketing sales) semester I Rp3,5 triliun, masih di bawah target. Berarti semester I masih belum membaik ya," ucap Direktur Ciputra Development Harun Hajadi. 

Harun menjelaskan hasil marketing sales perseroan bahkan tercatat turun 1 persen jika dibandingkan dengan semester I tahun 2016 sebesar Rp2,98 triliun. Meski pencapaian tahun ini masih rendah, perusahaan tetap optimis dapat meraih marketing sales sesuai target awal tahun.

Harun menyebut, hal itu akan didorong oleh tiga proyek baru yang akan rilis pada semeter II ini. Bila sesuai rencana, perusahaan akan merilis proyek perumahan di Palembang dan kawasan terpadu (mixed use) di Batam dan Yogyakarta.

"Mixed use terdiri dari apartment dan tempat belanja," terang Harun.

Sementara itu, PT Intiland Development Tbk (DILD) meraup marketing sales sebesar Rp1,1 triliun atau 47,82 persen dari target akhir tahun Rp2,3 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, angka tersebut tercatat naik 10 persen. 

Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland Archied Noto Pradono mengklaim, pencapaian ini sesuai dengan ekspektasi dari manajemen dan sudah mengantisipasi kondisi properti yang belum terlalu membaik. "Pasar properti akan berangsur-angsur membaik seiring stabilitas perekonomian, iklim investasi, dan kondisi politik nasional," papar Archied.

Archied menjelaskan, pihaknya ke depan akan meningkatkan porsi pendapatan berulang (recurring income) guna memberikan pertumbuhan pendapatan dalam jangka panjang dan memberikan stabilitas operasional. Beberapa proyek yang dapat memberikan recurring income bagi perusahaan, yakni gedung perkantoran Praxis dan Spazio Tower di Surabaya.

Adapun, PT PP Properti Tbk (PPRO) agaknya lebih beruntung dari tiga emiten sebelumnya. Jumlah marketing sales PPRO saat ini telah mencapai setengah dari target akhir tahun. 


Direktur Keuangan Indaryanto menjelaskan, perusahaan berhasil meraih marketing sales sebesar Rp1,55 triliun sepanjang semester I atau setengah dari target tahun ini sebesar Rp3,1 triliun. 

"Marketing sales berasal dari proyek Grand Kamala Lagoon, Bekasi. Kemudian, Grand Shamaya di Surabaya dan Evenciio di Depok," ucap Indaryanto. 

Kondisi Politik Perlu Dijaga

Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan, masyarakat masih menahan investasi pada sektor properti hingga kondisi politik dalam negeri stabil.

Ia menilai, gejolak politk terus membayangi masyarakat sehingga mereka khawatir menanamkan dananya untuk membeli rumah, apartemen, atau ruko, yang nantinya akan disewakan atau dijual kembali.

"Masyarakat merasa politik belum stabil, itu mempengaruhi pemikiran kelas menengah ke atas," ujar Ferry.

Untuk itu, menurut Ferry, pemeirntah perlu turun tangan membenahi kondisi yang ada. Ferry pun menilai, tingkat suku bunga kredit perlu diturunkan atau paling tidak dipertahankan di level saat ini. Saat ini, menurut dia, beberapa bank swasta menetapkan suku bunga kredit pada kisaran 8-9 persen. 


Dia pun mengimbau agar pemerintah tidak lagi membuat sebuah kebijakan atau rencana yang membuat sektor properti semakin dijauhi oleh investor. Misalnya, memberikan pajak tinggi bagi tanah yang menganggur.

"Di saat sulit ini seharusnya diberikan insentif bukan malah beban," tutup Ferry. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER