Jakarta, CNN Indonesia -- Penguatan harga komoditas sepanjang pekan lalu berhasil membuat indeks saham sektor tambang bertahan di teritori positif. Bahkan, kenaikannya terbilang tajam hingga 2,56 persen. Padahal, mayoritas indeks sektoral pekan lalu berakhir di zona merah.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks saham sektor tambang ditutup di level 1.466,837 di pekan lalu, naik dari minggu sebelumnya 1.430,219. Terpantau, indeks sektor tambang telah mengalami kenaikan selama dua pekan berturut-turut dalam bulan ini.
Pelaku pasar begitu merespons positif dari kenaikan sejumlah harga komoditas, khususnya batu bara. Sebenarnya, kenaikan harga batu bara sudah tercium sejak awal bulan Juli seiring dengan penetapan harga baru bara acuan (HBA)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA naik hingga 4,62 persen menjadi US$78,95 per metrik ton dari bulan sebelumnya US$75,46 per metrik ton. Tak heran, demi mendapatkan imbal hasil (return) maka pelaku pasar pun beramai-ramai melakukan aksi beli pada saham emiten berbasis batu bara.
Bahkan, Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang menyebut, harga batu bara terus mengalami penguatan hingga ke level US$83,5 per metrik ton pada pekan lalu.
Menurutnya, beberapa emiten batu bara yang terkena sentimen positif tersebut, diantaranya PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Harum Energy Tbk (HRUM).
Dari keempat emiten tersebut, kinerja saham Adaro Energy memimpin dengan kenaikan 7,05 persen ke level Rp1.820 per saham. Diikuti oleh Indo Tambangraya yang naik 6,01 persen, Harum Energy sebesar 2,35 persen, dan Bukit Asam 1,54 persen.
Selain karena harga batu bara, jelas Edwin, prediksi laporan keuangan emiten tambang pada semester I 2017 ini juga menjadi sentimen positif bagi pergerakan indeks sektor tambang. Pasalnya, penjualan volume tambang juga akan mengalami peningkatan seiring dengan kebutuhan batu bara sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik.
"Ini kan masalah listrik jadi akan terus dibutuhkan, pembangunan pembangkit listrik di dalam negeri terus meningkat karena program pemerintah," kata Edwin kepada
CNNIndonesia.com, Sabtu (22/7).
Selain itu, beberapa emiten tambang juga melakukan efisiensi untuk menekan biaya operasional perusahaan. Sehingga, akan menjadi pemanis tambahan bagi laporan keuangan masing-masing perusahaan.
Di sisi lain, pelaku pasar juga melakukan peralihan aset ke emiten sektor tambang dari saham berbasis perbankan, karena harga saham perbankan yang dinilai sudah mencapai batas atas.
"Ada rotasi juga dari perbankan, karena perbankan sudah dinilai tinggi sekali," terang Edwin.
Dengan begitu, indeks sektor keuangan mengalami koreksi 1,44 persen ke level 945,670. Padahal, pekan sebelumnya indeks sektor keuangan naik tipis 0,23 persen di level 959,483.
Sementara, Kepala Riset First Asia Capital David Sutyanto mengatakan, harga minyak mentah dunia yang membaik juga menopang laju indeks sektor tambang. Dalam dua pekan, harga minyak mentah dunia (WTI Crude Oil) menguat 2,92 persen ke level US$45,7 per barel.
Selain itu, aksi korporasi yang dilakukan emiten batu bara juga menjadi sentimen positif lainnya. Misalnya saja, PT Bumi Resoources Tbk (BUMI) yang telah memulai periode perdagangan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau
rights issue pada pekan lalu dan berakhir pada Kamis 20 Juli kemarin.
"Aksi korporasi emiten BUMI juga jadi salah satu faktor," ucap David.
Menurutnya, penguatan dan pelemahan indeks sektor wajar berganti tiap pekan. Hal ini disebabkan, pelaku pasar seringkali melakukan peralihan aset merespon berbagai sentimen yang ada di pasar.
Sejumlah analis sepakat harga saham emiten valuasi harga saham emiten tambang belum terbilang mahal saat ini. Artinya, meski harga saham beberapa emiten tambang meningkat tajam pekan lalu, saham tersebut masih memiliki potensi untuk meningkat pekan ini.
Edwin memaparkan, peluang kenaikan yang tinggi berlaku bagi Adaro Energy, Bukit Asam, dan Harum Energy. Sementara, untuk Indo Tambangraya sendiri hanya akan naik terbatas karena valuasinya yang sudah lebih mahal dari emiten tambang lainnya.
"Diproyeksi masih akan menguat karena memang kalau dibandingkan harga dan valuasi belum terlalu mahal," ungkap Edwin.
 (CNN Indonesia/Laudy Gracivia) |
Selanjutnya, analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menuturkan, pergerakan indeks sektor tambang sendiri bergantung pada harga komoditas. Menurutnya, penyebab kenaikan harga komoditas beberapa waktu terakhir karena terjadi pelemahan dolar Amerika Serikat (AS).
"Pergerakan valuta asing (valas) dolar AS melemah, jika dolar AS melemah maka biasanya komoditas naik," kata Reza.
Namun begitu, tetap ada kekhawatiran sikap pelaku pasar yang melakukan aksi ambil untung (
profit taking) karena kenaikan dari beberapa saham emiten tambang pekan lalu.
Reza menambahkan, meski pelaku pasar optimistis dengan laporan keuangan emiten tambang, tetapi sentimen tersebut hanya bersifat sementara untuk menarik pelaku pasar.
"Itu hanya sentimen sekali datang," imbuh Reza.
Adapun, harga komoditas yang cenderung fluktuatif juga membuat sektor tambang menarik dikonsumsi untuk jangka pendek dan menengah. Menurut Reza, data perekonomian global yang belum stabil akan membuat harga tambang mudah berubah.
Sementara, khusus untuk Bumi Resources hanya menarik untuk perdagangan harian. Pasalnya, pergerakan harga sahamnya masih berfluktuatif tinggi jika dibandingkan dengan emiten tambang lainnya.