Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonomi syariah disebut mampu menjadi jawaban atas permasalahan kesenjangan ekonomi yang saat ini masih dihadapi Indonesia. Sayangny, peran ekonomi syariah dinilai masih belum optimal kendati mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengungkapkan untuk mengatasi masalah kesenjangan, perekonomian harus memiliki sistem ekonomi yang inklusif atau aktif dalam melibatkan seluruh peran masyarakat. Hal itu sesuai dengan ekonomi syariah yang menjunjung tinggi keadilan, bersamaan, dan keseimbangan dalam pengelolaan sumber daya.
Selain itu, menurut Agus, ekonomi syariah juga dilengkapi dengan mekanisme distribusi harta kepada masyarakat miskin serta dorongan partisipasi masyarakat untuk berkontribusi bagi kepentingan publik, sehingga bersifat inklusif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami meyakini, suatu sistem ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai syariah yang menjungjung tinggi keadilan, kebersamaan, dan keseimbangan dalam pengelolaan sumber daya titipan Allah, akan menjadi jawaban yang tepat," tutur Agus saat membuka diskusi panel bertajuk " Peran Ekonomi Syariah dalam Arus Baru Ekonomi Indonesia" di Gedung Thamrin BI, Senin (24/7).
Namun Agus mengakui peran ekonomi syariah dalam perekonomian domestik masih belum optimal. Di sektor pembiayaan jasa keuangan, porsi pembiayaan syariah baru mencapai sekitar 5 persendari total pembiayaan. Di samping itu, industri ekonomi syariah seperti industri makanan halal, pariwisata halal, fashion syariah, serta industri kosmetik dan kosmetik halal juga masih perlu didorong.
"Pada Global Islamic Economic Indicator 2017,Indonesia masih berada pada peringkat 10 dengan posisi tertinggi dicapai oleh Uni Emirat Arab, dan diikuti oleh Malaysia pada peringkat ke-2," ujarnya.
Volume industri halal secara global sendiri pada tahun 2021 diperkirakan mencapai US$6,38 triliun atau naik dari posisi 2015 US$3,84 triliun.
Lebih lanjut, guna mendorong ekonomi syariah, BI telah berkolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam merumuskan tiga pilar strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Pertama, pilar pemberdayaan ekonomi syariah. Pilar ini menitikberatkan pengembangan sektoral usaha syariah melalui penguatan seluruh kelompok pelaku usaha serta kalangan lembaga pendidikan Islam.
"Program kerja utama pada pilar ini mencakup pengembangan halal supply chain, serta faktor kelembagaan, dan infrastruktur pendukungnya," ujarnya.
Kedua, pilar pendalaman pasar keuangan syariah. Pilar ini merefleksikan upaya peningkatan manajemen likuiditas serta pembiayaan syariah. Pilar ini mencakup sektor keuangan komersial, dan sektor keuangan sosial seperti zakat, infaq, sodaqoh, dan wakaf.
Terakhir, pilar penguatan riset, asesmen, dan edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi. Dengan demikian, Indonesia dapat memiliki sumber daya manusia yang andal dan peningkatan masyarakat terhadap ekonomi syariah bisa meningkat.
"Ketiga pilar strategi utama tadi secara terintegrasi akan didukung oleh kebijakan ekonomi dan keuangan syariah internasional, maupun daerag, ketersediaan sumber daya manusia, data, informasi serta koordinasi dan kerja sama untuk memastikan impelemntasi yang berkelanjutan," ujarnya.