Bank Dunia: Dalam Lima Tahun Indonesia Butuh US$500 Miliar

CNN Indonesia
Selasa, 25 Jul 2017 15:51 WIB
Bank Dunia memperkirakan, Indonesia membutuhkan setidaknya US$500 miliar dalam lima tahun ke depan untuk mengatasi kesenjangan ketersediaan infrastruktur.
Bank Dunia memperkirakan, Indonesia membutuhkan setidaknya US$500 miliar dalam lima tahun ke depan untuk mengatasi kesenjangan ketersediaan infrastruktur. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia mendorong peningkatan peran swasta untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pasalnya, pembangunan infrastruktur membutuhkan dana yang besar dan tidak bisa ditanggung seluruhnya oleh pemerintah.

Presiden Grup Bank Dunia Jim Young Kim memperkirakan, Indonesia membutuhkan investasi setidaknya US$500 miliar atau Rp6.650 triliun (kurs Rp13.300 per dolar) dalam lima tahun ke depan untuk mengatasi kesenjangan ketersediaan infrastruktur.

"Artinya, harus ada peningkatan alokasi anggaran infrastruktur dari 2,4 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) saat ini menjadi 4,7 persen dari PDB pada 2022," tutur Kim saat menghadiri Indonesia Infrastructure Finance Forum di Hotel Fairmont Jakarta, Selasa (25/7).

Sementara, peningkatan anggaran negara untuk infrastruktur tidak mudah dilakukan. Penerimaan pajak Indonesia masih relatif rendah dengan rasio pajak di bawah 15 persen. Kemudian, pengalokasian belanja juga tertahan oleh defisit yang diatur tidak boleh melewati 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, meskipun berpotensi besar, peran sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur masih belum optimal. Minimnya peran pelaku swasta bisa disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, proyek infrastruktur tidak menarik secara komersial karena tidak memberikan keuntungan yang layak. Untuk itu, pemerintah perlu putar otak untuk menyusun perencanaan proyek infrastruktur yang layak di mata investor misalnya dengan memberikan insentif atau kompensasi tertentu.

Selain itu, penyebab perusahaan swasta juga kesulitan masuk karena kalah saing dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Misalnya, BUMN yang memiliki modal kuat bisa mendapatkan suku bunga pinjaman yang lebih rendah dari perbankan pelat merah dan jaminan pemerintah untuk mengerjakan proyek infrastruktur yang sebenarnya layak secara keuangan (bankable).

Karenanya, pemerintah dan BUMN perlu memberikan ruang sektor swasta untuk dapat bekerja sama dan berkompetisi lebih baik.

Tak hanya itu, minimnya peran swasta dalam pembangunan juga disebabkan oleh masalah peraturan. Misalnya, aturan terkait kerja sama pemerintah dan swasta (PPP).

"Kami baru-baru ini mengidentifikasi, ada 100 peraturan yang terkait PPP dan beberapa diantaranya tidak konsisten," ujarnya.

Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengajak sektor swasta untuk membantu pemerintah dalam pembangunan. Saat ini, lanjut Sri Mulyani, pemerintah memiliki 245 proyek strategis baik di tingkat nasional maupun daerah. Pemerintah bakal kesulitan untuk merealisasikan proyek-proyek tersebut jika hanya mengandalkan kemampuan dompet negara dan BUMN.

"Saya menantang sektor swasta. Jangan mengeluh tetapi datang ke kami datang ke kami, karena kami memiliki ruang yang sangat luas yaitu US$500 miliar yang tidak mungkin dilakukan sendiri oleh pemerintah dan BUMN. Jadi mari bekerja sama," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER