ANALISIS

Ekonomi Masyarakat Bawah Lesu, NPF Multifinance Membengkak

CNN Indonesia
Kamis, 27 Jul 2017 06:43 WIB
Lesunya ekonomi menyebabkan penurunan permintaan pembiayaan dan membuat debitur perusahaan pembiayaan (multifinance) kesulitan membayar cicilan.
Konsumsi 40 persen kelompok pengeluaran terbawah diperkirakan hanya akan tumbuh di kisaran 1,9 hingga 2 persen. Padahal, kelompok tersebut merupakan kelompok yang paling banyak membutuhkan pembiayaan, khususnya untuk kendaraan roda dua yang saat ini mendominasi pembiayaan multifinance. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Industri pembiayaan (multifinance) nampaknya masih akan menghadapi tekanan pembiayaan bermasalah pada paruh kedua tahun ini. Dalam ilmu keuangan, tekanan pembiayaan bermasalah tercermin dari rasio pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan yang disalurkan atau dikenal dengan istilah rasio Non Performing Financing (NPF).

Beberapa tahun terakhir, rasio NPF industri pembiayaan terus membengkak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Januari 2015, NPF kotor (gross) industri pembiayaan sebesar 1,48 persen. Per akhir Mei 2017, NPF multifinance melesat di level 3,45 persen.

Jika diusut, membengkaknya NPF perusahaan pembiayaan tak lepas dari perlambatan perekonomian. Lesunya ekonomi selain menyebabkan penurunan permintaan pembiayaan juga membuat debitur kesulitan membayar cicilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berdasarkan data BPS, 40 persen kelompok pengeluaran terbawah konsumsinya cuma tumbuh 1,89 persen dalam 6 bulan terakhir," tutur ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/7).

Untuk tahun ini, Bhima memperkirakan konsumsi 40 persen kelompok pengeluaran terbawah hanya akan tumbuh di kisaran 1,9 hingga 2 persen atau di bawah tahun lalu yang masih bisa tumbuh di bawah 4 persen. Padahal, kelompok tersebut merupakan kelompok yang paling banyak membutuhkan pembiayaan, khususnya untuk kendaraan roda dua yang saat ini mendominasi pembiayaan multifinance.

Oleh karena itu, Bhima menilai NPF secara industri akan sulit ditekan kembali di bawah tiga persen hingga akhir tahun ini.

Menyusul tingginya NPF, lanjut Bhima, industri diperkirakan akan lebih hati-hati dalam menyalurkan pembiayaan. Salah satunya, dengan cara lebih selektif dalam memilih debitur sebagai upaya preventif mencegah pembiayaan macet.

"Penyaluran pembiayaan memang agak direm," jelasnya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Suwandi Wiratno memperkirakan, pasca lebaran, NPF kemungkinan akan kembali naik seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, menjelang akhir tahun, tekanan NPF akan mereda sebagai buah dari upaya "bersih-bersih" pembiayaan bermasalah dan seiring meningkatkan penyaluran pembiayaan.

"Saya memperkirakan NPF gross di akhir tahun mungkin di kisaran 3,5 persen," ujar Suwandi.

Kendati demikian, secara net, rasio NPF diperkirakan akan sama di posisinya saat ini yaitu tetap di bawah dua persen.

Guna menekan NPF, perusahaan pembiayaan bisa mengambil beberapa cara. Pertama, mendorong penyaluran pembiayaan. Semakin besar pembagi rasio, dalam hal ini total pembiayaan yang disalurkan, maka rasio NPF bisa menciut.

Sayangnya, lanjut Suwandi, saat ini agak sulit mendorong penyaluran pembiayaan. Pasalnya, penjualan kendaraan bermotor terutama roda dua belum sepenuhnya pulih.

Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat total penjualan sepeda motor di semester I 2017 hanya mencapai 2,7juta unit, turun sekitar 6,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 2,9 juta unit.

Tak ayal, penjualan roda dua yang diharapkan naik 5 persen tahun ini malah diprediksi bakal minus 5 persen.

Untungnya, penjualan roda empat terus menunjukkan tren positif. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil di paruh pertama tahun ini mencapai 534.288 unit, lebih baik dibandingkan semester I 2016, 532.127 unit.

Secara umum, Suwandi memperkirakan pertumbuhan pembiayaan tahun ini masih akan satu digit yaitu di kisaran 7 hingga 10 persen. Kredit multiguna dan kredit investasi berpotensi menggeliat pada paruh kedua tahun ini. Selain itu, meskipun jumlah masih kecil, pembiayaan modal kerja juga akan lebih meningkat tahun ini seiring banyaknya perusahaan yang menarik fasilitas pembiayaan di awal semester II.

Mengingat penyaluran pembiayaan masih terbatas, lanjut Suwandi, upaya menjaga NPF bisa juga dilakukan dengan meningkatkan aktivitas penagihan (collection) untuk mencegah terjadinya kredit macet.
Direktur Utama PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk Hafid Hadeli mengungkapkan, perusahaan berusaha menjaga rasio NPF ada di bawah 2 persen hingga akhir tahun. Untuk mencapai target tersebut, perusahaan akan lebih selektif dalam memilih debitur. Selain itu, perusahaan juga akan meningkatkan kegiatan penagihan.

"Di lapangan harus ada orang collection yang mengingatkan terus nasabah yang telat membayar cicilan," jelasnya.

Per akhir Juni 2017, rasio NPF kotor perusahaan ada di kisaran 1,88 persen atau naik tipis dari periode yang sama tahun lalu, 1,8 persen. Jika dirinci, rasio NPF pembiayaan roda dua masih lebih tinggi dibandingkan roda empat yaitu di kisaran 2,3 persen dan roda empat di kisaran 1,4 persen.

Dari sisi kinerja, penyaluran pembiayaan baru (new booking) perusahaan masih bisa tumbuh 5 persen menjadi Rp15,7 triliun didorong oleh segmen kendaraan roda dua dan empat. Capaian itu masih sejalan dengan target pembiayaan baru tahun ini yang dipasang lima hingga sepuluh persen.

Sementara, Jodjana Jody selaku Presiden Direktur Astra Sedaya Finance (ASF), bagian grup perusahaan Astra Credit Companies (ACC) berharap kondisi perekonomian di semester II akan lebih baik untuk menekan NPF.

"Kami berharap pemerintah akan menggenjot belanja di semester II. Dengan adanya, perubahan kenaikan anggaran belanja pemerintah, ditambah dengan kondisi makro yang masih stabil, hopefully (NPF) bisa membaik. Apalagi kalau harga komoditas tambah membaik pasti akan membantu," ujar Jodjana.

Jodjana menyebutkan, NPF pembiayaan group ACC per akhir Juni ada di kisaran 0,8 persen atau masih di atas target tahun ini 0,65 persen. Oleh karena itu, perusahaan akan terus membenahi kualitas penyaluran pembiayaan dan manajemen penagihan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER