Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Energi Nasional memprediksi pemanfaatan mobil listrik dan panel surya bisa mendongkrak kontribusi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) terhadap bauran energi nasional secara drastis di masa depan.
DEN meramal, kontribusi EBT terhadap bauran energi bisa mencapai lebih dari 50 persen di tahun 2050, atau lebih besar dibanding ramalan sebelumnya yakni 31 persen.
Anggota DEN Rinaldy Dalimi mengatakan, dua sarana itu bisa mendorong pemanfaatan EBT karena teknologinya dipandang terjangkau. Untuk tenaga surya, ia mengatakan bahwa saat ini terdapat tren di negara-negara maju di mana panel surya sudah dipasang di atap-atap gedung.
Tak hanya itu, ia juga memandang bahwa tarif tenaga surya terbilang cukup kompetitif. Ia mencontohkan satu perusahaan penyedia teknologi panel surya yang bisa menghemat tagihan listrik sebesar Rp500 ribu per bulan, meski penggunanya di awal harus merogoh Rp45 juta demi biaya instalasinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, pemanfaatan mobil listrik juga dianggap lebih efisien karena bisa mesubstitusi penggunaan energi fosil. Asal, baterai dan listrik yang digunakan juga bersumber dari tenaga efisien, seperti aliran setrum dari tenaga surya.
"Adanya perkembangan teknologi seperti ini bisa membuat pertumbuhan penggunaan EBT bersifat eksponensial, tidak linear lagi. Sehingga, di masa depan, EBT bisa berkontribusi lebih banyak lagi di dalam bauran energi," kata Rinaldy di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (4/8).
Meski demikian, pemanfaatan dua sarana EBT itu harus didukung oleh regulasi yang tepat. Rinaldy mengatakan, pemanfaatan EBT sebelum tahun 2025 harus dirangsang dengan regulasi agar masyarakat dan dunia usaha mau menggunakan EBT.
Setelah masa itu, pemanfaatan EBT didorong oleh mekanisme pasar (market driven), karena masyarakat menilai EBT lebih ekonomis dibanding sumber-sumber tenaga lainnya.
Dalam hal ini, DEN sebetulnya menyambut baik wacana regulasi pemerintah di bidang EBT seperti rencana Peraturan Presiden (Perpres) mobil listrik maupun rencana revisi tarif listrik dari pembangkit berbasis EBT. Hanya saja, peraturan itu diharapkan bisa menopang pemanfaatan EBT dalam jangka panjang.
"Memang pasar mendorong (pemanfaatan EBT), namun harus diinsiasi pemerintah juga. Misalnya, beberapa negara sudah inisiasi mbil listrik misalnya Perancis tahun 2040 sudah tidak ada lagi mobil
combustion engine, Inggris juga begitu, India juga sudah mulai. Namun setelah itu, pemanfaatan EBT akan condong ke
market driven," imbuhnya.
Menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), penyediaan listrik dari tenaga EBT diperkirakan mencapai 45.253 Megawatt (MW) di tahun 2025 dan 167.646 MW di tahun 2050. Angka itu terdiri dari komitmen kapasitas pembangkit dan kapasitas pembangkit potensial.
Adapun, hingga akhir 2016 silam, DEN mencatat bauran energi dari EBT capai 7,7 persen atau lebih kecil dari target 10,4 persen. Di tahun 2025 mendatang, diharapkan bauran energi EBT mencapai 23 persen.