ANALISIS

Meneropong Daya Beli dari Kinerja Emiten Ritel

CNN Indonesia
Senin, 07 Agu 2017 13:21 WIB
Kabar bahwa daya beli masyarakat melemah tidak sepenuhnya benar. Buktinya, kinerja emiten ritel sepanjang semester I 2017 rata-rata masih positif.
Kabar bahwa daya beli masyarakat melemah tidak sepenuhnya benar. Buktinya, kinerja emiten ritel sepanjang semester I 2017 rata-rata masih positif. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kabar bahwa daya beli masyarakat melemah tidak sepenuhnya benar. Buktinya, kinerja emiten ritel sepanjang semester I 2017 rata-rata masih positif, baik dari segi pendapatan maupun laba bersih.

Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya mengungkapkan, daya beli masyarakat masih tumbuh dan tidak turun seperti opini yang berkembang belakangan ini. Namun, memang terjadi perubahan pola konsumsi dari konvensional menjadi digital.

"Daya beli itu tidak turun, buktinya emiten ritel ada pertumbuhan. Sebenarnya orang tetap belanja tapi memang tidak ke toko, mereka belanja melalui toko daring," kata Christine kepada CNNIndonesia.com, Jumat (4/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati ada peralihan, rata-rata emiten ritel masih mencatatkan pertumbuhan double digit di paruh pertama ini. Bahkan, khusus PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) sendiri berhasil melonjak hingga raturan persen.

Terpantau, laba bersih perusahaan semester I 2017 naik hingga 278 persen menjadi Rp175,02 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp46,3 miliar. Padahal, pendapatannya hanya naik 15,76 persen dari Rp6,66 triliun menjadi Rp7,71 triliun.

Kemudian, pertumbuhan kinerja diikuti oleh PT Hero Supermarket Tbk (HERO) dengan kenaikan laba bersih sebesar 258,69 persen menjadi Rp71,38 miliar. Padahal, pendapatan perusahaan turun 3,88 persen dari Rp7,2 triliun menjadi Rp6,92 triliun.

Selanjutnya, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Perusahaan meraup laba bersih sebesar Rp368,77 miliar, atau naik 45,15 persen dari sebelumnya Rp254,05 miliar. Hal ini didorong oleh pendapatan perusahaan yang mengalami kenaikan 9,84 persen menjadi Rp3,46 triliun dari sebelumnya Rp3,15 triliun.

Sementara itu, laba bersih PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) tercatat tumbuh 37,64 persen menjadi Rp328,09 miliar dan PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) naik 7,85 persen menjadi Rp34,32 miliar.

Sayangnya, laba bersih induk usaha dari Midi Utama, yakni PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) turun 16,38 persen. Sementara, emiten lainnya, PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) anjlok 71,03 persen. Kondisi ini terjadi ditengah pendapatan perusahaan yang tercatat positif.

Meneropong Daya Beli dari Kinerja Emiten RitelIlustrasi kinerja keuangan. (CNN Indonesia/Fajrian)
Menurut Christine, kenaikan sebagian besar kinerja emiten ritel ini didorong oleh penjualan selama Ramadan dan Lebaran yang terjadi pada bulan Juni dan Juli. Sehingga, kontribusi terbesar penjualan semester I ini berasal dari penjualan kuartal II.

"Kuartal I bisa dibilang jelek, tidak ada yang belanja mungkin karena banyak yang ikut program pengampunan pajak (tax amnesty) ya. Jadi pas kuartal kedua langsung naik," papar Christine.

Adapun, pembukaan gerai yang dilakukan oleh perusahaan ritel juga berdampak positif bagi penjualan tiap bulannya. Pasalnya, masyarakat akan semakin mudah untuk mendapatkan barang dengan pertambahan gerai tersebut.

"Kemudian, nilai tukar rupiah yang stabil juga jadi pendorong masyarakat belanja. Nilai tukar rupiah stabil dua tahun ini, sekitar level itu (Rp13.000) saja, tidak Rp14.000 atau Rp15.000," jelasnya.

Senada, analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan, kinerja keuangan emiten ritel menunjukan masih adanya daya beli masyarakat yang cukup tinggi pada semester I tahun ini.

Namun, ia tidak menapik jika masyarakat kini lebih selektif untuk membelanjakan uangnya. Sehingga, jumlah dana yang dibelanjakan tidak sebanyak biasanya. Pasalnya, masyarakat yang terbiasa belanja di toko premium mulai beralih ke toko kecil.

Terkait adanya penurunan laba bersih yang menimpa Sumber Alfaria, jelas Reza, hal itu disebabkan adanya kenaikan beban perusahaan. Bila dilihat, beban pokok penjualan perusahaan memang tumbuh 12,68 persen menjadi Rp24,61 triliun dari Rp21,84 triliun.

"Kalau beban meningkat ini kan menunjukan adanya aktifitas mereka ya tinggi. Nah, asumsinya kalau aktifitas tinggi artinya perusahaan masih beroperasi," terang Reza.

Pertumbuhan Industri Melemah

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER