Adapun, Christine memprediksi, penjualan emiten ritel pada semester II tidak akan lebih baik dibandingkan dengan semester I. Hal ini disebabkan tidak ada momentum yang dapat mendorong penjualan ritel secara signifikan.
"Jadi untuk
double digit tidak mungkin, karena kan semester I ada Lebaran. Kalau natal di semester II tidak terlalu besar," kata Christine.
Kendati demikian, ia tetap optimistis kinerja emiten ritel tetap akan tumbuh hingga akhir tahun ini. Sehingga, pelaku pasar direkomenasikan untuk tetap mempertahankan kepemilikan sahamnya di emiten ritel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi netral saja," imbuhnya.
Sementara, Faisal menilai, penurunan tingkat konsumsi masih akan terjadi pada semester II ini. Menurutnya, pemerintah perlu memberikan stimulus untuk menggenjot daya beli masyarakat, seperti menurunkan tingkat suku bunga.
"Suku bunga ini tidak diturunkan tahun ini, padahal momentumnya ada. Kalau tidak diturunkan, bank tidak memiliki stimulus untuk menurunkan kredit ke sektor riil," ucap Faisal.
Selain stimulus, pemerintah juga perlu memberikan kepastian kepada masyarakat agar mereka mau membelanjakan uangnya kembali. Bila masyarakat sudah kembali percaya dengan kondisi ekonomi dalam negeri, maka masyarakat tidak akan menahan konsumsinya seperti saat ini.
Dari sisi pengusaha sendiri, Roy masih berharap industri ritel dapat tumbuh 9 persen pada akhir tahun ini atau sama seperti pertumbuhan akhir tahun lalu. Hanya saja, ia mengakui, hal itu sulit diwujudkan jika tidak ada stimulus dari pemerintah.
"Kalau tidak ada perkembangan global dan stimulus pemerintah diperkirakan pertumbuhan ritel 2017 hanya 6 persen-7 persen," pungkas Roy.