Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) menjajaki kemungkinan ekspor produksi dari dua kilang yang dikerjasamakan dengan perusahaan luar negeri. Adapun, dua kerja sama tersebut adalah perbaikan kapasitas dan kompleksitas kilang eksisting
(Refinery Development Master Plan/RDMP) Cilacap yang dikerjasamakan dengan Saudi Aramco dan pembangunan kilang baru di Tuban bekerjasama dengan OJSC Rosneft.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan bahwa perusahaan pelat merah itu tidak lagi berencana menyerap (
offtake) produksi dua kilang itu sebesar 100 persen. Perihal
offtake setiap kilang, rencananya akan dibagi dengan masing-masing mitranya. Adapun, saat ini negosisasi dengan kedua mitra masih berlangsung.
"Kami sudah negosiasi. Mitra-mitra kami ini
fair, jika memang mereka kekurangan ya tidak apa-apa menjadi
offtaker," jelas Arief, Rabu (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penyusunan kesepakatan itu terbilang tak mudah. Sebab, masing-masing produk kilang memiliki mekanisme perhitungan
offtake masing-masing. Ia memberi contoh produk diesel dan petrokimia yang tentu saja memiliki perhitungan
offtake yang berbeda.
"Maka dari itu, ini tidak se-
simple offtake dan tidak
offtake. Prosesnya kami bilang cukup panjang," paparnya.
Arief bilang, Pertamina memutuskan untuk tidak menyerap produksi kilang 100 persen karena khawatir akan ketentuan akuntansinya. Pasalnya, kewajiban
offtake dikategorikan sebagai liabilitas sejalan dengan ketentuan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang baru direvisi tahun 2016 silam.
Sesuai prinsip akuntansi, jika liabilitas bertambah, artinya seolah-olah Pertamina memiliki tambahan utang. Jika utang menumpuk, maka itu tidak menyehatkan keuangan perseroan.
Sebagai konsekuensi, Pertamina memundurkan target dua proyek itu menjadi tahun 2024 agar liabilitas terdistribusi dalam jangka waktu yang panjang. Dengan demikian, Pertamina masih bisa mempertahankan rasio utang terhadap laba sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA), atau debt-to-EBITDA ratio di bawah 3,5.
"Proses negosiasi dengan mitra sudah mencapai 95 persen dan akan melangkah ke proses selanjutnya," imbuhnya.
Proyek RDMP Cilacap rencananya bisa menambah kapasitas produksi dari 350 ribu barel per hari ke angka 400 ribu barel per hari. Sementara itu, proyek kilang baru di Tuban diharapkan memiliki kapasitas sebesar 300 ribu barel per hari.
Kedua proyek tersebut merupakan bagian dari megaproyek kilang Pertamina yang diharapkan bisa memiliki kapasitas sebesar 2,3 juta barel per hari pada tahun 2025 mendatang. Saat ini, kapasitas kilang existing Pertamina tercatat 1,04 juta barel.
Diimplementasikan Untuk Kilang BontangSementara itu, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik menuturkan, pola kerja sama dengan pembagian kewajiban offtake ini rencananya juga akan diimplementasikan dalam pembangunan kilang Bontang. Dalam hal ini, ia tak ingin Pertamina menjanjikan komitmen macam-macam kepada mitranya jika nantinya janji tersebut tidak bisa ditepati perusahaan.
Adapun, hingga saat ini, Pertamina masih melangsungkan proses seleksi mitra kilang Bontang, di mana China Petroleum & Chemical Corporation (Sinopec) serta Kuwait Petroleum International (KPI) disebut sebagai mitra potensial. Kilang Bontang diperkirakan akan selesai tahun 2025 nanti dengan estimasi nilai proyek US$12 miliar hingga US$15 miliar.
"Kami sendiri tidak mau Pertamina jadi default karena tidak mau memberikan banyak komitmen. Kami perlu mengatur risiko sebab proyek-proyek kami ini sangat banyak," ungkapnya.
(agi)