Keluar Dari Middle Income Trap, RI Perlu 'Kiblat' ke Korsel

CNN Indonesia
Senin, 21 Agu 2017 18:55 WIB
Korea Selatan memiliki struktur ekonomi yang berbasiskan kegiatan dengan nilai tambah besar. Bahkan, sukses membangun ekonominya dari kegiatan sejenis.
Korea Selatan memiliki struktur ekonomi yang berbasiskan kegiatan dengan nilai tambah besar. Bahkan, sukses membangun ekonominya dari kegiatan sejenis. (ANTARA FOTO/Joko Sulistyo).
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan bahwa Indonesia bisa belajar dari Korea Selatan untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Middle income trap dinilai membayangi Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, Korea Selatan memiliki struktur ekonomi yang berbasiskan kegiatan dengan nilai tambah besar. Bahkan, sukses membangun ekonominya dari kegiatan sejenis, seperti industri manufaktur.

Apalagi, nilai tambah ini juga dilengkapi dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengolah inovasi yang cukup baik. Makanya, tak heran apabila beberapa perusahaan manufaktur asal negeri ginseng itu bisa melenggang ke kancah internasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenapa mereka bisa keluar dari middle income trap, karena mereka memiiki kemampuan untuk berinovasi. Ini bisa menggeser peranan sektor agrikultur dan pertambangan sebagai motor penggerak ekonomi mereka," ujarnya, Senin (21/8).

Lebih lanjut ia menuturkan, upaya untuk lepas dari middle income trap pun tak lepas dari peran diaspora mereka di luar negeri. Bambang menyebut, diaspora memberikan kesempatan ekonomi untuk bertumbuh karena tak jarang diaspora membawa investasi baru dan inovasi ketika mereka pulang ke negaranya masing-masing.

Kemudian, apabila investasi meningkat, maka pertumbuhan ekonomi juga terpengaruh positif. "Diaspora masuk membawa riset dan pengembangan, ini yang begitu penting bagi pertumbuhan ekonomi," terangnya.

Pertumbuhan ekonomi yang kencang, lanjut Bambang, tentu sangat berpengaruh agar negara berpandapatan menengah, seperti Indonesia bisa keluar dari middle income trap. Jika realisasi pertumbuhan ekonomi hanya di kisaran 5 persen per tahun seperti saat ini, bukan tidak mungkin Indonesia baru bisa keluar dari middle income trap pada tahun 2038 nanti.

Namun, jika pertumbuhan ekonomi bisa digenjot hingga 6,5 per tahun, maka Indonesia bisa keluar dari middle income trap lebih cepat atau pada tahun 2030 mendatang.

Makanya, Indonesia pun harus bergerak maju ke arah industri manufaktur berbasis inovasi dan mulai meninggalkan sektor ekstraktif yang rentan akan kondisi eksternal.

Adapun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 21,28 persen dari komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal II lalu berkutat di sektor ekstraktif, atau masih lebih besar dibanding industri manufaktur yang hanya 20,26 persen.

"Kami ingin pertumbuhan ekonomi maju, konsisten, dan pasti. Jika pertumbuhan dijaga 6,5 persen terus, kami yakin secara PDB, Indonesia bisa menjadi nomor 8 di dunia tahun 2045 mendatang," imbuh dia.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara bilang, Indonesia boleh saja belajar dari Korea Selatan. Namun, pemerintah pun tak boleh hanya terpana melihat angka pertumbuhan ekonomi Korea Selatan saja. Sebab, hal paling penting untuk keluar dari middle income trap adalah perbaikan struktur ekonomi.

Ambil contoh, porsi sektor manufaktur di dalam PDB Korea Selatan saja sampai menyentuh 38 persen untuk bisa keluar dari middle income trap. Untuk itu, Indonesia bisa saja keluar dari middle income trap asal bisa menaikkan kontribusi manufaktur terhadap PDB di angka 30 hingga 40 persen.

"Pelajaran dari beberapa negara lainnya, seperti Korea Selatan, yang butuh waktu 40 tahun berubah dari negara miskin menjadi negara maju, kuncinya bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Konteks Indonesia untuk lepas dari middle income trap, sektor industrinya harus diperhatikan dan didorong. Jangan sampai deindustrialisasi atau penurunan sektor industri terhadap PDB terus berlangsung," pungkas Bhima.

Menurut data Bank Dunia, saat ini, pendapatan per kapita Indonesia mencapai angka US$3.570. Angka ini membaik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$3.336.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER