Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengincar pertumbuhan ekonomi cukup optimistis tahun depan yakni 5,4 persen. Angka itu lebih tinggi dari proyeksi APBNP tahun ini yang diperkirakan mencapai 5,2 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim angka itu tidak ambisius. Menurut dia, pemerintah sudah menghitung secara realistis dengan pertimbangan kondisi ekonomi global dan domestik.
Selain dari konsumsi rumah tangga, Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan juga akan ditopang oleh investasi. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi menjadi salah satu pendorong terbesar pertumbuhan ekonomi tahun depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ekspor yang bisa mulai tumbuh semester ini nampaknya sudah cukup menjanjikan. Jadi kalau ini momentumnya tetap dijaga dengan tumbuh sekitar 5-8 persen, maka kami bisa mendapatkan pertumbuhan," jelasnya, (16/8).
Di sisi investasi, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2018, pemerintah pun menetapkan sejumlah strategi investasi seperti meingkatkan pembangunan infrastruktur dasar dan proyek fisik lainnya.
 (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani) |
Hal itu terfokus pada pemerataan antar wilayah, pengadaan mesin, perlengkapan dan peralatan industri baru, penguatan belanja modal (
capital expenditure/
capex) dari pasar modal hingga peningkatan peran belanja modal BUMN dan perusahaan swasta.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan turut andil untuk mencapai angka pertumbuhan investasi tersebut. Namun, porsinya tergolong kecil, hanya 8 persen.
Selain dari pemerintah lanjut Suahasil, pertumbuhan investasi tersebut bersumber dari kredit perbankan yang porsinya sebesar 9 persen dari total investasi. "Tahun ini kita inginkan tinggi, bisa tidak 11 persen? Tetapi estimasi dari kelompok perbankan sampai saat ini masih rendah," kata Suahasil.
Selain itu, pertumbuhan investasi tersebut akan disumbang oleh industri pasar modal yang porsinya mencapai 17 persen dari total investasi, serta BUMN dengan porsinya 10 persen dari total investasi.
Tak hanya itu, ada juga penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang porsinya mencapai 15 persen hingga 16 persen. "Porsi lain dari sumber internal dan perusahaan sendiri,
profit yang ditanamkan kembali menjadi investasi," tambahnya.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menilai, target pemerintah untuk mengerek pertumbuhan investasi tahun depan cukup realistis. Ia memprediksi sektor konstruksi, teknologi komunikasi dan informasi, manufaktur, transportasi, kilang, hingga sektor
hospitality (rumah sakit dan farmasi) masih memiliki daya tarik di mata investor.
Celah investor untuk datang ke Indonesia terbuka lebar, didukung oleh sejumlah perhelatan acara yang banyak mengundang perhatian dunia internasional. Sebut saja Asian Games hingga Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali.
Belum lagi, Indonesia juga akan memasuki masa kampanye pemilihan umum Presiden serta Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun depan.
"Acara-acara seperti itu akan menggerakan sektor pariwisata kita," ucapnya.
Jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, Indonesia dinilai masih menjadi primadona bagi para investor asing. Hal ini tercermin dari peningkatan perjanjian bilateral baik dagang maupun investasi yang melibatkan Indonesia dengan negara-negara partner non tradisional seperti Turki, Afrika, hingga Rusia.
Guna mempertahankan iklim investasi yang kondusif, pemerintah pun harus punya konsistensi dalam setiap putusan kebijakan. Ia menilai, masalah aturan jangan sampai tumpang tindih antara Kementerian dan Lembaga.
Kendati demikian ia, meragukan kapasitas pemerintah untuk bisa mendorong investasi dari sisi fiskal. Hal ini lantaran upaya pemerintah yang masih akan terus menggenjot penerimaan negara dari pos pajak.
Menurutnya, hal itu membuat kucuran insentif berupa
tax holiday maupun
tax allowance kepada perusahaan diperkirakan akan tetap alot."Kita tidak bisa bersaing di pajak karena pemerintah masih butuh penerimaan, tapi kalau kemudahan bisnis dan pembebasan lahan bisa diselesaikan dengan cepat maka saya yakin investor akan melihat positif niat pemerintah untuk mereformasi regulasi," ujar David.
Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih banyak digerakkan oleh investasi di sektor yang padat modal, di antaranya manufaktur, teknologi informasi dan komunikasi, serta konstruksi.
Sementara itu, sektor pertanian walaupun kontribusinya besar terhadap PDB, tapi lebih banyak didorong oleh perkebunan yang sebenarnya padat modal.
"Sektor pertambangan dan penggalian masih terpuruk karena harga komoditas yang masih tertekan walau harga tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu," kata Eric.
Ia merekomendasikan pemerintah untuk terus mendorong sektor yang memiliki daya dorong yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan dapat menyerap banyak tenaga kerja.
"Mungkin yang mesti diberi insentif terutama di sektor manufaktur, informasi teknologi dan komunikasi, perdagangan besar dan eceran, transportasi, dan pertanian perkebunan perikanan," ucapnya.