Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) akan mengubah rasio pinjaman (Loan to Value/LTV) kredit perbankan untuk sektor properti dan otomotif dari semula dipukul rata sebesar 85 persen secara nasional menjadi variasi berdasarkan wilayah atau spasial.
Artinya, bisa saja di masa mendatang, besaran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau kredit kendaraan bermotor bagi masyarakat Jawa berbeda dengan yang ada di Papua.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo menjelaskan, rencana tersebut dikaji oleh BI lantaran pertumbuhan kredit kedua sektor memiliki perkembangan yang berbeda-beda antar wilayah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada beberapa wilayah yang memiliki pertumbuhan kredit baik, seperti Sumatera, Bali, dan Papua. Namun, ada pula yang buruk, yaitu Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan. Sehingga memberi kontraksi pada pertumbuhan kredit secara keseluruhan.
Tercatat, pertumbuhan kredit perbankan nasional Januari-Juni 2017 hanya mencapai 2,6 persen secara tahun kalender (year-to-date/ytd). Realisasi ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 8,0 persen.
"BI sedang kaji ekspansi dan intermediasi penyaluran kredit perbankan, terkait LTV spasial sesuai dengan regional tersebut," ujar Agus saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa (22/8).
Untuk itu, kajian perubahan LTV dilakukan agar perbankan mampu mengelola ketersediaan dana kredit dan memperluas pemberian kredit kepada masyarakat agar konsumsi rumah tangga tumbuh lebih baik sampai akhir tahun.
Melengkapi Agus, Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara menjelaskan, kajian perubahan LTV akan mempertimbangkan stabilitas ekonomi ke depan, baik dari sisi global maupun domestik. Untuk domestik, salah satu yang dipertimbangkan ialah laju inflasi.
Adapun inflasi Januari-Juli 2017 mencapai 2,6 persen. Sedangkan target inflasi BI sampai akhir tahun sebesar 4,0 persen plus minus 1,0 persen dan target pemerintah sebesar 4,3 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017.
Selain itu, perubahan LTV juga sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter BI berupa penurunan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo/7DRR) Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen di Agustus ini.
Di sisi lain, BI terus berkoordinasi dengan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjaga seluruh indikator yang berkaitan dengan perubahan LTV.
Longgarkan LFRSelain mengubah LTV, Mirza mengatakan, BI juga turut mengkaji pelonggaran makroprudensial lain, yaitu mengubah rasio kredit terhadap pendanaan (Loan to Funding Ratio/LFR).
Menurut Mirza, BI ingin agar surat utang atau obligasi, termasuk Surat Berharga Negara (SBN) masuk ke dalam LFR, sehingga bisa melebarkan ruang penyaluran kredit perbankan.
"Kami lakukan pendalaman untuk kebijakan lebih lanjut supaya dalam hitungan LFR, komponen pendanaan masuk obligasi korporasi," kata Mirza.
Sesuai Peraturan BI Nomor 40 Tahun 2016 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan BI Nomor 18 Tahun 2016 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional ditetapkan LFR minimal sebesar 80 persen dan maksimal sebesar 92 persen.